“Katakanlah kalau mobil di tengah hutan mogok, ya tidak masalah. Nah bagaimana dengan kapal yang mogok di tengah laut?” ungkap pengamat kebijakan energi Sofyano Zakaria, dalam sesi Mencermati Kebijakan Energi Pemerintah, MNC Business Channel, Rabu (25/3/2015).
Untuk itu kebijakan biofuel 15 persen, atau dikenal dengan B15, harus diimbangi dengan kebijakan berimbang lainnya. Misalnya syarat ketat dalam pembelian biofuel dari petani kelapa sawit atau jarak.
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan aturan baru mengenai pencampuran biofuel (Bahan Bakar Nabati/BBN) pada bahan bakar minyak (BBM) sebesar 15 persen.
Inisiatif pemerintah mengambil paket kebijakan ekonomi tersebut bisa membuat Indonesia tidak bergantung pada impor BBM. Kebijakan ekonomi ini diharapkan tidak menjadi dilema pemerintah dengan kondisi harga minyak dunia yang meningkat dan harus melakukan penyesuaian harga di Indonesia.
Menurut Sofyano, kebijakan pemanfaatan B15 dapat menghemat devisa sebesar Rp32,093 triliun, dengan kurs meningkat.
Selain masalah pemanfaatan biofuel, pemerintah harus melakukan menyamaratakan selisih harga gas elpiji di Indonesia.
“Dalam hal ini pemerintah harus juga melakukan penata ulang distribusi baik BBM dan khususnya gas yang cost distribusinya berbeda. Pemerintah mengadakan pembinaan distribusi agar tidak terjadi selisih harga yang berbeda terhadap gas elpiji,” ucapnya.
“Sepanjang pemerintah memberikan harga yang sama di Indonesia rakyat tidak marah,” tutupnya.
(Rizkie Fauzian)