JAKARTA - Indonesia memiliki beragam energi alternatif yang potensial. Salah satunya adalah energi nuklir.
Nuklir bukanlah hal baru di Indonesia. Namun, tingginya biaya investasi membuat pemanfaatan energi nuklir ini menjadi kurang maksimal.
Menurut Kepala Batan Djarot S Wisnubroto, besarnya investasi untuk pembangunan tiap Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) itu berbeda-beda. Ini semua tergantung dari apakah wilayah tersebut tahan gempa atau tidak.
“Kalau PLTN didirikan di daerah yang memiliki risiko gempa tinggi, seperti di Jepang, maka investasinya bisa mencapai Rp50 triliun per reaktor dengan kapasitas pembangkit 1.000-1.400 mw. Tapi, kalau didirikan di daerah yang relatif aman dari risiko gempa seperti Korea, investasinya antara Rp25 triliun – Rp40 triliun,” jelas dia dalam acara diskusi yang bertajuk "Energi Kita" di Restoran Bumbu Desa, Jakarta, Minggu (14/4/2015).
Lebih lanjut dia menjelaskan, untuk membangun satu unit PLTN berkapasitas 1.000 mw membutuhkan sebanyak 200 ton uranium per tahunnya. Seperti diketahui, cadangan uranium di Indonesia saat ini mencapai 50 ribu ton.
"Dengan cadangan sebanyak itu dapat memenuhi kebutuhan energi listrik Indonesia selama lebih dari 250 tahun, "katanya.
Meski angka tersebut terbilang mahal, namun untuk jangka panjang dengan dibangunnya PLTN ini dapat menekan tarif listrik di Indonesia.
"Secara investasi memang mahal, tapi jika kita hitung ke depannya jika dibangun besar-besaran bisa membantu menekan harga listrik di Indonesia," tutup dia.
(Rizkie Fauzian)