Kepastian ini dibutuhkan, karena Freeport Indonesia berani mengeluarkan ratusan triliunan Rupiah untuk menambah investasinya di Indonesia.
Jokowi menegaskan, persyaratan ini harus dijalankan Freeport Indonesia. Jokowi tidak menginginkan, hasil kerukan tambang Freeport Indonesia tidak diolah di dalam negeri alias langsung di ekspor. Untuk itu, pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) harus dilakukan Freeport.
"Jangan sampai diambil mentah-mentah. Harus ada smelternya," tegas Jokowi di kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta, Jumat (16/10/2015).
Saat ini proses perpanjangan kontrak karya Freeport Indonesia dengan pemerintah masih dalam tahap pembicaraan. Lantaran, Indonesia memiliki persyaratan khusus jika Freeport Indonesia masih ingin menggali tanah Papua.
"Sekarang ini memang prosesnya pada proses-proses bicara, misalnya kita minta masa pembangunan Papua. Kedua, kita minta juga masalah yang berkaitan dengan lokal content yang digunakan. Ketiga, kita juga bicara divestasi. Keempat, masalah royalti. Kelima, masalah industri," papar Jokowi.
Sebelumnya, Jokowi menjelaskan, pembahasan soal perpanjangan kontrak Freeport Indonesia dilakukan dua tahun sebelum kontraknya habis pada 2021. Dengan demikian, perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut boleh mengajukan perpanjangan kontrak pada 2019.
"Undang-undangnya itu jelas bahwa perpanjangan itu diperbolehkan dua tahun sebelum kontrak habis, berarti sebelum 2021, yaitu 2019," tegas Jokowi.
(Martin Bagya Kertiyasa)