"Karena panjangnya proses hukum, maka kasus ini berlarut-larut. Padahal seharusnya sudah harus dibayarkan kerugiannya. Tapi karena alasan masih dalam ranah hukum tidak juga mau dibayarkan. Dalam kasus Antaboga, bahkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) Bank Mutiara sudah ditolak Mahakamah Agung (MA), tapi masih ada upaya lain dengan alasan UU Perseroan terbatas. Di sini lah masalah sangat kompleks, tidak ada UU yang melindungi kepastian nasabah," katanya.
Dia pun berpendapat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak bisa menginstruksikan bank-bank yang bermasalah tersebut untuk segera mengganti kerugian. Sebab, kasus ini masih dalam ranah proses hukum. Sedangkan, keputusan OJK harus diambil jika sudah final dan tidak ada upaya hukum apa pun.
Politisi PDI Perjuangan ini melanjutkan, pihaknya dalam hal ini Komisi XI DPR sedang berupaya melakukan efisiensi hukum. Sehingga, berkeadilan dan mampu melindungi nasabah. "Memang saat ini tidak ada satu lembaga pun yang mampu melindungi kepastian konsumen dan nasabah," imbuhnya.
Pendapat tersebut dibantah Direktur Centre for Budget Analisys (CBA) Uchok Sky Khadafi. Menurutnya, dalam kasus hilangnya deposito Elnusa senilai Rp 111 miliar milik PT Elnusa di Bank Mega, OJK jangan cuci tangan. Sebab, lembaga tertinggi yang mampu melindungi nasabah di Indonesia satu-satunya adalah OJK.
"Itu domainnya OJK. Kalau OJK lepas tanggung jawab ke mana konsumen dan nasabah meminta perlindungan? Kalau tidak bisa melindungi nasabah, lebih baik dibubarkan saja," tegasnya.