JAKARTA – Kebijakan pemerintah pusat yang menerapkan sanksi berupa penundaan pencairan dana belum juga membuat pemerintah daerah (pemda) jera mengendapkan dananya di perbankan.
Hingga 30 April 2016 simpanan dana pemda secara nasional di perbankan tercatat mencapai Rp238,8 triliun. Angka itu meningkat Rp16,3 triliun dibandingkan posisi simpanan dana pemda pada bulan Maret yang mencapai Rp212,5 triliun. Padahal, pemda diharapkan bisa membelanjakan dananya secara maksimal untuk kegiatan produktif demi mendukung pertumbuhan ekonomi secara nasional.
”Tiga provinsi yang mempunyai saldo di bank terbesar yaitu DKI Jakarta Rp11,6 triliun, Jawa Barat Rp6,7 triliun, dan Jawa Timur Rp3,8 triliun,” ungkap Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Adapun di tingkat kota, tiga kota yang mempunyai saldo simpanan terbesar adalah Kota Medan sebesar Rp3 triliun, Kota Cimahi Rp2 triliun, dan Kota Surabaya Rp1,8 triliun. Di tingkat kabupaten, tiga kabupaten pemilik saldo simpanan terbesar adalah Kabupaten Bogor Rp2,3 triliun, Kabupaten Malang Rp1,9 triliun, dan Kabupaten Bandung Rp1,9 triliun.
Boediarso menerangkan, pihaknya akan kembali menerapkan sanksi berupa konversi pencairan dana transfer daerah yaitu dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) dalam bentuk surat berharga negara atau nontunai pada awal kuartal III/2016. Hal itu untuk menegakkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 235/PMK.07/2015.
Sebelumnya pemerintah pusat juga sudah memberi sanksi kepada tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, Riau, dan Banten serta tiga kabupaten yaitu Tanah Laut, Berau, dan Kutai Timur. Total pencairan dana yang ditahan oleh pemerintah pusat untuk daerahdaerah itu mencapai Rp359 miliar.
”Hingga saat ini belum ada yang mengajukan pencairan lebih awal,” kata dia. Kali ini, Boediarso melanjutkan, pihaknya juga menunda pencairan DAU ke sejumlah daerah lantaran belum menyampaikan laporan data APDB secara bulanan kepada pemerintah pusat. Dia menuturkan, hingga April total ada 41 daerah yang belum melaporkan realisasi APBD-nya kepada pemerintah pusat.
”Kita lakukan penundaan DAU bulan Mei sebesar Rp185,2 miliar,” ujar Boediarso. Sebelumnya Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyoroti kinerja pemda dalam mengelola keuangan daerah. Dia menilai, pemda seharusnya bisa berinisiatif untuk berkontribusi dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang tengah melambat. Hal senada juga dikatakan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla.
Dia mengatakan, pemda harusnya menjadi ujung tombak dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Terlebih, selama 10 tahun terakhir anggaran dana ke desa pun sudah naik mencapai 350 persen. Namun, peningkatan dana ke daerah belum dimanfaatkan dengan baik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
”Transfer daerah pada tahun 2006 sebesar Rp220 triliun dan tahun ini Rp770 triliun. Anggaran kita naik tetapi pertumbuhan tidak sebanding dengan transfer tersebut. Karena itulah saya minta kepada kepala daerah agar efisiensi anggaran dalam pemerintahan,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Wapres juga mendorong pemda melakukan efisiensi pengeluaran yang tidak mendesak seperti penambahan pegawai baru ataupun gedung baru. Wapres menjelaskan, fondasi utama kemajuan daerah adalah melalui kegiatan-kegiatan yang produktif dengan kreativitas dan inovasi dari daerah.
”Intinya adalah bagaimana meningkatkan produktivitas negeri ini yang terdiri lebih dari 500 kabupaten/kota dan 34 provinsi. Produktivitasnya dalam ekonomi, apakah dari pertanian, manufaktur, dan jasa, di samping menjalankan pemerintahan yang adil dan memberikan kesejahteraan,” jelasnya.
(Raisa Adila)