Mengawali kisahnya, Veni mengaku mendapatkan resep olahan ayam pop dari sang ibu. Kebiasaan sang ibu yang senang memasak makanan khas Padang, lambat laun tertular pada kedua bersaudara itu. Melalui sentuhan kreatif serta inovasi keduanya, resep turun temurun tersebut bermetamorfosa menjadi ayam pop yang lebih modern dan sesuai dengan cita rasa kontemporer. Bahkan dengan kehadiran produk yang dihasilkan, para pecinta kuliner tersebut tidak lagi mesti harus menyengajakan diri makan di rumah makan Padang.
“Konsepnya seperti produk instan karena memang dikemas dan untuk mengonsumsinya harus digoreng sekitar 20 detik. Akan tetapi, kami tetap memegang teguh bahwa produk yang dihasilkan murni mengandalkan rempah dan tidak menggunakan bahan pengawet agar tidak merusak cita rasa,” ucap Veni.
Kini, Veni dan Dila mulai menuai manis dari apa yang telah ditekuninya. Permintaan ayam pop baik dari perorangan maupun korporasi terus meningkat. Satu paket ayam pop berisi tiga potong ayam dijualnya dengan harga Rp 30.000, sedangkan ayam pop pejantan dijualnya seharga Rp 65.000.
Disinggung mengenai ketersediaan bahan baku, Veni mengaku tidak menemui masalah berarti. Pasalnya harga ayam terutama broiler di bulan Ramadan ini tidak mengalami kenaikan harga yang signifikan. Kendala yang dijumpai hanya bagaimana mengemas sambal ayam pop agar lebih tahan lama apalagi mereka tidak menggunakan bahan pengawet dalam produknya.
"Mudah-mudahan ayam pop ini bisa memenuhi ekspektasi pelanggan sekaligus ikut melestarikan kuliner nusantara. Jadinya kami makin bersemangat lebih baik demi perut perut yang bahagia," ujar Veni seraya terkekeh.
(Amril Amarullah (Okezone))