JAKARTA - Pasca diakuisisi perusahaan Malaysia, PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) lebih optimistis dalam menghadapi bisnis tahun ini. Selain mendapatkan sokongan dana besar juga karena produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit emiten ini diyakini akan meningkat seiring dengan memudarnya efek El Nino. Informasi tersebut disampaikan perseroan dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin.
Tahun ini,BWPT menargetkan produksi TBS meningkat 30% dibandingkan realisasi 2016 menjadi sekitar 226.489 ton. BWPT memperkirakan produksi TBS pada kuartal IV-2016 sekitar 58.791 ton. Sehingga, total produksi TBS sepanjang tahun lalu mencapai 174.223 ton. Selain memudarnya efek cuaca ekstrem El Nino yang terjadi selama 2014 hingga pertengahan 2016, optimisme juga didasari atas profil usia lahan tertanam BWPT yang cukup bagus.
Pohon sawit di atas lahan seluas 73.167 hektare (ha) atau setara 64% dari total lahan dewasa BWPT memiliki rata-rata usia tertanam empat hingga lima tahun. Ini menjadi kunci pertumbuhan produksi BWPT dalam beberapa tahun mendatang. Prospek bisnis BWPT tampaknya akan semakin cerah, seiring dengan adanya sentimen tren kenaikan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Sama seperti emiten perkebunan lainnya, harga CPO BWPT turut meningkat.
Tercatat pada kuartal III-2016, rata-rata harga jual CPO BWPT naik sebesar Rp 7.268 per ton, naik 5% dibandingkan kuartal sebelumnya. Di bursa Malaysia, harga CPO saat ini berada di kisaran RM 3.000 per metrik ton. Menurut analis RHB Securities Indonesia,Hariyanto Wijaya, harga CPO diprediksi masih akan terus membaik dalam beberapa waktu ke depan. Seiring membaiknya produksi, peluang kinerja keuangan BWPT untuk kembali positif kian terbuka lebar. “Sentimen ini pada akhirnya membuka gembok yang selama ini menahan kenaikan harga saham BWPT," ujarnya.
Sebagai informasi, menjelang akhir Desember lalu, Federal Land Development Authority (Felda) melalui anak usahanya FIC Properties Sdn Bhd (FICP), resmi mengakuisisi BWPT, yang merupakan anak usaha Grup Rajawali. Korporasi asal Malaysia ini menggelontorkan dana sekitar US$ 505,4 juta untuk membeli 37% saham BWPT, yang setara dengan Rp 580 per saham.
Satrio Tjai, Deputy Managing Director Rajawali Group pernah bilang, kesepakatan ini merupakan momen yang sangat penting, setelah perseroanmelalui proses negosiasi yang panjang sebelumnya. “Kami juga ingin menyampaikan bahwa kesepakatan ini telah selesai namun masih menunggu persetujuan dari otoritas terkait di kedua negara. Dengan demikian, saat ini kami belum dapat menyampaikan keterangan lebih lanjut,"ujarnya.
Dirinya menyebutkan, dengan disepakatinya perjanjian ini, makahubungan bilateral antara kedua negara dapat lebih kuat lagi dan memberikan peningkatan kemitraan yang solid antara Indonesia dan Malaysia dalam mengupayakan agenda yang besar di industri minyak sawit global, melalui Dewan Negara-negara Produsen Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC).
(Fakhri Rezy)