JAKARTA – Industri alas kaki, produk kulit, dan pakaian jadi merupakan sektor strategis dan menjadi prioritas untuk terus dikembangkan karena mampu memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap perekonomian nasional. Hal tersebut dibuktikan melalui capaian produk domestik bruto (PDB) kelompok industri ini yang naik dari Rp31,44 triliun pada 2015 menjadi Rp35,14 triliun pada 2016.
“Berarti industri ini menyumbang sekitar 0,28% terhadap penerimaan negara,” kata Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Gati.
Untuk itu, Kemenperin aktif memacu produktivitas dan daya saing para pelaku IKM di sektor ini agar bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri dan memperluas pasar ekspor.
Gati mengungkapkan, untuk sektor industri alas kaki, Indonesia berhasil menduduki posisi kelima sebagai eksportir di dunia setelah China, India, Vietnam, dan Brasil. Kemudian, market share-nya di pasar internasional mencapai 4,4%. Bahkan, berdasarkan data Trade Map, pertumbuhan ekspornya positif dari USD4,85 miliar pada 2015 atau naik 3,3% menjadi USD5,01 miliar pada 2016.
“Peningkatan kinerja ekspor alas kaki Indonesia tersebut melebihi pertumbuhan nilai ekspor dunia yang hanya sekitar 0,19%. Hal ini menunjukkan bahwa produk alas kaki dalam negeri memiliki daya saing di atas rata-rata dunia,” paparnya.
Gati mencontohkan, Ekuator, sepatu premium lokal berkualitas internasional diyakini mampu menembus pasar global ke depannya, “Sepatu yang dirintis oleh Kemenperin melalui Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) ini telah memenuhi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) hingga 80%. Pada akhir tahun 2017, Ekuator akan hadir pada salah satu trade show bergengsi di Benua Eropa,” tuturnya.
Direktur IKM Kimia, Sandang, Aneka, dan Kerajinan Kemenperin E Ratna Utarianingrum menyampaikan, pertumbuhan alas kaki didorong karena tren fesyen yang cepat berkembang.
“Pada tahun 2020, pangsa pasar alas kaki nasional ditargetkan sebesar 10% ke pasar dunia. Kami optimis bisa tercapai karena seiring dengan pertambahan penduduk, maka semakin tinggi kebutuhan sepatu,” ucapnya.
Ratna menuturkan, industri alas kaki nasional lebih banyak dihasilkan oleh industri besar dan menengah baik dari segi nilai maupun dalam jumlah produksi. Untuk sebaran industri kecil dan mikro alas kaki di seluruh Indonesia, sebanyak 82% berada di Jawa Barat dan Jawa Timur. Konsentrasi sektor tersebut di wilayah Jawa Barat, meliputi Bogor, Bandung, dan Tasikmalaya. Sedangkan, Jawa Timur, berada di Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, dan Magetan.
Namun untuk industri penyamakan kulit di dalam negeri, tantangan yang tengah dihadapi saat ini di antaranya adalah kekurangan bahan baku kulit mentah. Pasalnya, pasokan dari domestik baru memenuhi sekira 36% dari total kapasitas industri penyamakan kulit. “Itu pun kualitas bahan bakunya masih perlu ditingkatkan lagi untuk proses produksi selanjutnya,” ungkap Ratna.
Selain itu, prosedur karantina untuk kulit dan pembatasan asal negara impor kulit juga menjadi kendala lainnya. “Kemudian, tingginya ketergantungan impor bahan baku, bahan penolong dan aksesori, sehingga kenaikan kurs dolar juga sangat berpengaruh terhadap struktur biaya produksi alas kaki,” sebutnya.
Untuk lebih meningkatkan daya saing industri alas kaki, produk kulit, dan pakaian jadi dalam negeri, Kemenperin memberikan fasilitasi pendampingan dan restrukturisasi mesin kepada industri.
Kemenperin juga menyusun program pendidikan vokasi industri untuk menciptakan tenaga kerja yang kompeten. “Kami telah bekerja sama dengan perusahaan alas kaki dan garmen untuk menyiapkan tenaga kerja terampil yang dapat langsung terserap oleh dunia industri,” imbuh Ratna.
Sebelumnya, nilai produksi industri kecil menengah (IKM) alas kaki diprediksi mencapai Rp24 triliun pada 2017, demikian disampaikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. "Pada 2016, penambahan investasi IKM alas kaki diperkirakan sebesar Rp2,8 triliun dengan nilai produksinya mencapai Rp22,98 triliun. Kami memproyeksikan, nilai produksi sektor ini akan meningkat pada tahun 2017 sebesar Rp24,25 triliun,” kata Airlangga.
Dia menyampaikan, Kementerian Perindustrian mendorong produktivitas dan daya saing industri kecil dan menengah (IKM) alas kaki nasional. Sektor ini menjadi salah satu yang diprioritaskan pengembangannya karena berperan dalam memberikan kontribusi terhadap devisa negara dan penyerapan tenaga kerja.
Airlangga menyampaikan, secara umum, rata-rata nilai investasi yang ditanamkan untuk menjalankan usaha IKM alas kaki di dalam negeri sebesar Rp37 juta. Sementara itu, untuk menghasilkan produknya, diperlukan bahan baku utama yang rata-rata senilai Rp6,5 juta dalam satu bulan.
"Sedangkan, nilai produksi penjualan dari hasil industri ini rata-rata dalam satu bulan menghasilkan pemasukan Rp14 juta. Dengan hasil produksi tersebut didapatkan nilai tambah rata-rata sebesar Rp6,8 juta dalam satu bulan," ungkapnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)