RIYADH - Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al-Saud pada Rabu lalu, menerbitkan sebuah dekrit yang mempromosikan putranya, Pangeran Mohammaed bin Salman (31) sebagai putra mahkota pewaris kerajaan, menggantikan keponakannya Pangeran Muhammad bin Nayef (57).
Keputusan Raja Salman (81) ini termasuk mengejutkan. Pasalnya posisi putra mahkota pada Pangeran Nayef yang juga Menteri Dalam Negeri Arab Saudi telah ditetapkan sejak tahun 2015. Keputusan ini ditengarai sebagai perubahan Arab Saudi untuk mewujudkan Visi 2030.
Selama ini, ekonomi Arab Saudi banyak bergantung dari cadangan minyak. Maklum saja, 22% cadangan minyak bumi yang terbukti di dunia ada di Arab Saudi. Negara beribukota Riyadh ini juga menjadi 'komandan' kelompok negara-negara eksportir minyak, OPEC, dan memainkan peran utama dalam memangkas produksi demi meningkatkan harga.
Melansir dari CNN Money, Jumat (23/6), para analis menilai perubahan urutan singgasana kerajaan dapat mendorong usaha reformasi ekonomi. Namun kebijakan soal minyak dinilai tidak banyak berubah.
“Untuk minyak, bisnis akan seperti biasa. Arab Saudi tetap melanjutkan peran kepemimpinannya di OPEC,” ujar John Sfakianakis, direktur riset ekonomi di Gulf Research Center di Riyadh.
Upaya Saudi dan OPEC menstabilkan harga minyak, sejauh ini jauh dari kata berhasil. Memang harga minyak telah pulih dari level terendah USD26 per barel pada awal 2016, namun harapan agar harga di atas USD50 per barel dengan pemangkasan produksi 1,8 juta barel, gagal terjadi. Penyebabnya Amerika Serikat kini gencar meningkatkan produksi minyaknya.
Mohammed bin Salman sendiri mengatakan ketergantungan negara kepada minyak sebagai 'candu'. Untuk itu, Pangeran Mohammed yang juga Menteri Pertahanan Saudi telah mengarsiteki diversifikasi ekonomi dan menumbuhkan peran sektor swasta dalam mewujudkan Visi 2030.
Analis menilai perubahan garis suksesi dapat mempercepat reformasi ekonomi. Dan investor menyambut baik perubahan ini, dimana saham di Bursa Riyadh melonjak 5,5%. “Pergesaran suksesi kerajaan membantu mendukung kredibilitas proses reformasi ekonomi di Arab Saudi,” tulis Tom Rogers, ekonom di Oxford Economics.
Putra mahkota baru ini harus fokus pada lapangan pekerjaan. Ya, hal ini sebagaimana prioritas Visi 2030, yaitu menciptakan lapangan kerja untuk populasi muda. Saat ini, sekitar 60% penduduk Saudi berada di bawah usia 30 tahun. Dan 12% dari mereka tidak memiliki pekerjaan alias menganggur.
Penelitian Rogers mencatat bahwa 400.000 orang muda Saudi memasuki angkatan kerja setiap tahunnya. Masalah angkatan muda dan pekerjaan ini juga disampaikan Salman Al-Ansari, presiden Komite Urusan Hubungan Masyarakat Saudi-Amerika.
“Arab Saudi sekarang harus mewakili generasi mudanya dan memenuhi kebutuhan mereka yang terus berkembang,” kata Al-Ansari. Lanjut dia, pangeran mahkota yang baru dinobatkan dan berusia 31 tahun, dinilai memenuhi syarat untuk mewakili generasi muda Saudi.