Menurut Firman, RUU ini sudah dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). RUU Perkelapasawitan yang sudah masuk dalam daftar Prolegnas ini telah disetujui oleh presiden atau pemerintah yang dalam hal ini diwakili Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham).
Oleh karena itu, kata Firman, pemerintah tidak boleh melakukan intervensi RUU Perkelapasawitan yang merupakan hak inisiatif dewan ini. “Karena itu mandat konstitusi,” katanya.
Firman juga tidak setuju jika RUU ini dinilai overlaping dengan UU Perkebunan. Karena UU Perkebunan itu mengatur 127 komoditi. Sementara itu, UU ini mengatur khusus tentang kelapa sawit.
“Untuk menyelesaikan perkelapasawitan perlu sebuah UU yang sifatnya lex specialis. Karena sawit itu sudah memberikan kontribusi terhadap negara berupa devisa yang jumlahnya Rp300 triliun per tahun atau sudah di atas penerimaan negara dari sektor minyak dan gas bumi,” katanya.
Selain itu, sawit itu juga terbukti bisa mengatasi kesenjangan ekonomi masyarakat di Pulau Jawa dan luar Jawa. Di sisi lain ada juga persoalan petani dan masyarakat adat yang perlu ditata ulang dan diatur karena banyaknya lahan milik masyarakat yang dihutankan kembali oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).