“Dengan adanya ISA, maka paling tidak perusahaan dapat memproyeksikan investasi mereka untuk beberapa puluh tahun ke depan. Perusahaan membutuhkan ISA agar tarif PPh, tarif royalti dan pungutan lainnya tidak selalu berubah-ubah,” Ungkap Hendra. ISA diyakini dapat memproteksi penambang dari berbagai risiko perubahan kebijakan baik dari aspek perpajakan, keuangan, teknis, nilai tambah termasuk bea keluar, dan sebagainya.
Direktur Eksekutif Center of Indonesian Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, pada kesempatan lain, menilai faktor kepastian pada usaha tambang yang membutuhkan biaya besar sangat menjadi pertimbangan investor. “Investor sangat membutuhkan jaminan kestabilan dan kepastian hukum, apalagi di sektor tambang yang memang perlu investasi besar dan tinggi risiko,” ujar Yustinus.
Ia menambahkan, selain aspek kepastian hukum, aspek keekonomian menjadi hal yang mutlak dalam investasi sektor tambang. Salah satu yang dibutuhkan untuk mencapai skala keekonomian adalah insentif. Insentif menjadi sebuah keharusan sebagai konsekuensi jika ada perubahan skema, seperti perubahan KK atau PKP2B menjadi IUPK.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)