JAKARTA – Pemprov DKI Jakarta berusaha mempercepat pembebasan lahan di Kampung Bandan, Jakarta Utara untuk merealisasikan pembangunan stasiun dan depo mass rapid transit (MRT) fase II Bundaran HI-Kampung Bandan.
Upaya percepatan proyek MRT melalui jalinan kerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) guna mengosongkan lahan Kampung Bandan dari hunian warga. Sebanyak 1.500 keluarga masih menetap di lahan milik PT KAI itu. Mereka akan direlokasi ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa) terdekat. Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat meminta PT KAI mengamankan asetnya dan menyerahkan hak penggunaan lahan (HPL) Kampung Bandan ke Pemprov DKI karena Kampung Bandan akan dijadikan stasiun dan depo MRT.
Baca Juga: Proyek MRT Raih Rp25,1 Triliun, Ini Detailnya!
“Trase sudah ada dari Bundaran HI - Kampung Bandan. Tahun depan akan dibangun, tidak perlu tunggu fase I selesai. Paralel sifatnya. Nah, masalah Kampung Bandan harus dikebut. Kami minta HPL agar leluasa mengelola lahannya,” ungkap Djarot di Balai Kota DKI Jakarta kemarin. Penyerahan HPL Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT KAI kepada Pemprov DKI sangat memungkinkan lantaran sama-sama pemerintah.
Dia berencana memasukkan penyerahan HPL ke dalam perjanjian kerja sama antara Pemprov DKI dan PT KAI. Menurut Djarot, MRT fase I Lebak Bulus-Bundaran HI sudah mencapai 90%. Untuk itu, pematangan trase fase II dilakukan dengan depo berada di Kampung Bandan. Gubernur berharap dengan kebijakan ini PT MRT dapat mempercepat pengerjaannya.
Baca Juga: Dapat Rp25,1 Triliun, MRT Didesak Buat Perencanaan Lebih Matang
“Juli 2018 kami harap sudah mulai. DPRD sudah setuju,” ungkap dia. Direktur Utama PT MRT William Syahbandar menuturkan, kepastian pemanfaatan aset Kampung Bandan sebagai stasiun dan depo MRT sangat dibutuhkan sebagai tahap persiapan konstruksi. Untuk melengkapi persiapan konstruksi, pembebasan lahan harus segera dilakukan sambil menggelar sosialisasi ke masyarakat. Dia berharap proses konstruksi rampung pada Februari- Maret mendatang agar PT MRT langsung melakukan lelang dan pengerjaan fisik dapat dimulai akhir 2018.
“Fase II indikatifnya hanya Kampung Bandan. Itu cuma pembebasan lahan, tapi kalau lahannya sudah selesai, ya sudah. Trasenya ada, tinggal pembebasan lahannya saja dan itu ranah Pemprov DKI dengan pemerintah pusat,” ungkap William. Kepala Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana menduga proyek MRT fase II terkendala depo yang direncanakan di Kampung Bandan. Selama ini dia melihat rencana pembangunan MRT fase II, khususnya depo di atas lahan milik PT KAI, belum matang.
Baca Juga: Anggaran Membengkak Rp2,5 Triliun, MRT Perkuat Konstruksi Jadi Lebih Tebal dan Berkualitas
Apalagi sebelumnya Pemprov DKI memiliki rencana membangun depo di kawasan Ancol. Dia menilai Pemprov DKI akan kesulitan memperoleh HPL Kampung Bandan dari PT KAI yang notabene sama-sama pemerintah. PT KAI merupakan BUMN yang harus menghasilkan keuntungan, begitu juga dengan PT MRT. “Kalau dipersilakan digunakan untuk stasiun dan depo, kerja sama business to business harus dikerjakan dengan matang. Jangan sampai ada penambahan dana di luar perjanjian,” ungkap dia.
Aditya mengatakan, PT MRT yang ditunjuk Pemprov DKI telah memiliki kontraktor dan subkontraktor untuk membangun moda transportasi berbasis rel tersebut. Untuk itu, MRT harus lebih meningkatkan pengawasan dan memiliki estimasi perencanaan yang matang. Lemahnya pengawasan MRT terhadap kontraktor dan subkontraktor telah terjadi pada MRT fase I hingga akhirnya muncul dana tambahan di penghujung pengerjaan sebesar Rp2,5 triliun. Ada pembangunan jalur layang fase I mengalami kesalahan teknis akibat kurang bagusnya kerja sama subkontraktor dan pihak kontraktor yang mengharuskan kerja ulang.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)