JAKARTA - Beredar surat bernomor S-741/MK.08/2017 berisi tentang permintaan Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Menteri BUMN dan ESDM menyoroti risiko keuangan PT PLN (Persero). Berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PLN, kewajiban pokok dan bunga pinjaman PLN diproyeksikan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang.
Berkenaan dengan pengelolaan risiko keuangan negara yang bersumber dari kondisi keuangan PLN dalam rangka pemenuhan target penyediaan infrastruktur ketenaglistrik (program 35 gigawatt (gw).
Menurut Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Abdullah Hidayat, program 35 gw merupakan program infrastruktur strategis untuk mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Baca juga: Soal Risiko Gagal Bayar PLN, Kementerian BUMN: Kondisi Likuiditas Selalu Dijaga
Untuk merealisasikan mega proyek listrik ini memang membutuhkan dana yang tidak sedikit dan memerlukan dukungan dari semua stakeholder. Meski demikian progres 35 gw tetap terus berjalan.
"Pada 2015 masih terdapat 11 sistem (Sumbangut, Tanjung Pinang, Lampung, Belitung, Kalbar, Sulteng, Sultra, Sulutenggo, Jayapura) yang masih defisit dan saat ini sudah tidak ada lagi sistem yang defisit. Rasio elektrifikasi mencapai 92,8%,"ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (27/9/2017).
Edwin melanjutkan, sejak dimulai progres 35 gw, penambahan kapasitas pembangkit pada 2014-2016 sebesar 7.701 megawatt (mw) dan ditargetkan pada 2017 sebesar 2.600 mw. Penambahan transmisi tahun 2014-2016 sebesar 6.800 kms dan ditargetkan tambahan pada 2017 sebesar 8.594 kms.
Baca juga: Dikirimi 'Surat Cinta' oleh Sri Mulyani, Kementeran ESDM Lakukan Konsolidasi!
"Penambahan gardu induk tahun 2014-2016 sebesar 10.025 mva dan ditargetkan bertambah 14.280 mva pada 2017. Porsi penggunaan bahan bakar minyak dalam komposisi produksi tenaga listrik menurun 11,4% pada 2014 menjadi 5,8% pada 1017," tuturnya.
(Rizkie Fauzian)