JAKARTA - Penyediaan infrastruktur yang baik merupakan salah satu syarat bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan infrastruktur juga dinilai dapat memberikan "multiplier effect" positif ke berbagai sektor sehingga meningkatkan aktivitas ekonomi yang pada akhirnya mendorong daya saing Indonesia.
Karena alasan itu juga, beberapa lembaga pemeringkat internasional menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai faktor yang harus dilakukan Indonesia untuk meningkatkan peringkatnya.
Saat ini, peringkat Indonesia berada di level layak investasi (investment grade) dari beberapa lembaga pemeringkat internasional diantaranya Standard & Poor`s (S&P), Moody?s Investors Service, dan Fitch Ratings.
Dalam dunia investasi, peringkat investment grade menunjukkan risiko gagal bayar utang pemerintah relatif rendah, serta prospek dan kondisi ekonomi Indonesia yang positif.
Baca juga: Gara-Gara Pajak Tak Capai Target, Pemerintah Jadi Tekor Bangun Infrastruktur
Kendati demikian, dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur tidak mudah karena memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Dan APBN tidak akan mungkin sanggup untuk menutup semua biaya pembangunan infrastruktur.
Berdasarkan studi Mandiri Sekuritas, pemerintah membutuhkan dana untuk investasi di sektor infrastruktur sekitar Rp5.500 triliun untuk lima tahun ke depan atau Rp1.100 triliun per tahun. Dari kebutuhan dana per tahun itu, sekitar Rp900 triliun dapat dibiayai oleh pembiayaan konvensional yaitu menggunakan APBN dan perbankan.
Terdapat potensi sebesar Rp200 triliun per tahun kebutuhan investasi untuk infrastruktur yang dapat dibiayai dari non APBN dan non perbankan, yaitu melalui pasar modal baik dalam negeri maupun "offshore funding".