JAKARTA - Pemerintah saat ini tengah gencar melakukan holding BUMN. Baru-baru ini yang terbentuk adalah BUMN Pertambangan pada 29 November dengan induk perusahaan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) (Inalum) sebagai induk holding. Adapun ketiga anak usahanya yakni PT Timah (Persero) Tbk, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (Antam) dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA).
Sebelumnya terdapat pula Holding Semen dan Holding Pupuk yang telah terbentuk. Pemerintah juga berencana membentuk holding company lainnya yakni sektor migas yang ditargetkan bisa terbentuk dikuartal I tahun 2018, kemudian sektor perbankan, pangan, perumahan, konstruksi, dan jalan tol.
Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai langkah pemerintah dalam membentuk holding BUMN terlalu terburu-buru. Menurutnya, kinerja BUMN menunjukkan penurunan sejak tahun 2014. Hal ini terlihat dari laba bersih dan kontribusi BUMN terhadap Produk Domsetik Bruto (PDB) menunjukkan penurunan, pada 2014 Rp40 triliun, 2015 Rp37 triliun, 2016 Rp36 triliun dan pada semester I 2017 sebesar Rp32 triliun.
Baca juga: Akuisisi Pertagas ke PGN, Langkah Awal Holding BUMN Migas
Pada tahun 2014, ia mengatakan dari 119 BUMN hanya 93 BUMN yang mencatatkan laba bersih sedangkan 26 BUMN lainnya merugi. Ia mengatakan holding ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan antara manajerial perusahaan yang melakukan holding.