JAKARTA - Indonesia berhasil mengekspor sekitar 1.053 ton sarang burung walet ke seluruh negara di dunia pada tahun 2017. Namun hal tersebut justru berbanding terbalik dengan konsumsi sarang burung didalam negeri.
Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPBSI) Boedi Mranata mengatakan, kebutuhan dalam negeri Indonesia masih relatif rendah. Dirinya memperkirakan kebutuhan sarang burung dalam negeri hanya sekitar 5% dari jumlah produksi.
"Indonesia kebutuhan dalam negerinya paling hanya 5% dari produksi. Produksi kita itu hampir sama dengan kebutuhan ekspor atau sekitar 1.000 ton artinya hanya 50 ton saja," ujarnya saat ditemui di Novotel Mangga Dua Square, Jakarta, Jumat (2/3/2018).
Menurut Boedi, masih rendahnya minat masyarakat menjadi faktor kecilnya konsumsi dalam negeri. Apalagi, harga jual dalam negeri juga masih relatif lebih rendah jika dibandingkan harus ekspor.
Padahal sarang burung sangat bermanfaat untuk kesehatan. Sarang burung bisa meningkatkan kekebalan tubuh, anti aging sehingga kulit tampak lebih muda karena sarang burung mengandung epidermal growthnya factor (EGF) yang merangsang regenerasi sel-sel dan pembentukan jaringan.
Belum lagi, baru-baru ini juga dilakukann penelitian kandungan alami sialic acid (asam sialat) disarang burung walet. Kandungan tersebut sangat baik jika diberikan saat janin berumur 2 bulan sampai bayi berumur 2 tahun dimana pada periode tersebut pembentukan sel-sel otak terjadi.
"Dari segi harga, kekuatan daya beli masyarakat indonesia juga lebih lemah.Indonesia bisa aja kita dorong terus tapi dari luar kan semarak jadi kita kejar devisa," jelasnya.
Menurut Boedi, kebanyakan sarang burung di Indonesia di jual dalam bentuk produk mentah. Biasanya banyak digunakan untuk masak bagi keturunan Tionghoa. "Kalau di sini (Indonesia) biasanya Buat masak. Biasanya orang keturunan China yang ngerti caranya itu," ucapnya.
(Fakhri Rezy)