"Ini jauh dari Upah Minimum Regional (UMR) di daerah mana pun. Mereka itu mau pendapatan yang lebih tinggi. Kalau ga ada sistem logistik yang baik maka daya beli petani ga seimbang. Harga jagung murah tapi beli sabun aja mahal," ujar dia.
Oleh sebab itu, kata dia, penting untuk mendorong teknologi pangan. Sebab produksi negara lain bahkan bisa capai 8 juta ton per hektare, sedangkan Indonesia hanya mampu 5,5 juta ton per hektare. Indonesia pun akan mampu mencapai produksi tersebut apabila menggunakan teknologi yang sama.
"Ini harus ada pemerataan penghasilan. Riset teknologi harus dilakukan oleh pemerintah dan pengusaha, karena ga mungkin petani yang lakukan riset," ujar dia.
Pasalnya kata dia, petani memang telah bekerja sangat keras untuk menghasilkan produksi pertanian. Namun ini juga harus diimbangi dengan kemajuan teknologi pangan.
“Jadi petani bukan hanya bekerja keras, tapi bekerja smart. Sistemnya harus baik,” pungkasnya.
(Fakhri Rezy)