Tidak hanya itu, di semua wilayah Kota Tangerang yang kedalaman tanahnya biasa ditemukan di kedalaman 25-30 meter ini, teknologi geolistrik bisa digunakan di hampir semua wilayah. Hal itu diungkapkan Staf Bidang Perencanaan Teknis pada Dinas PUPR Kota Tangerang Alphatora. Dia bahkan mengatakan, teknologi ini digunakan jauh sebelum ada kerja sama dengan BPPT. "Teknologi geolistrik ini sudah digunakan 2-3 tahun lalu untuk sumur resapan. Posisi kedalaman air di mana. Ke depan, dipakai untuk penggambaran lapisan tanah pembangunan jembatan," jelasnya. Pembuatan sumur resapan air atau biopori tersebut telah tersebar di 13 kecamatan di Kota Tangerang. Jumlah lubang biopori yang dibuat dengan teknologi ini totalnya sudah mencapai ratusan lubang. Selain untuk pembuatan sumur resapan, teknologi ini juga sudah digunakan untuk perencanaan pembangunan elevated busway Koridor 13 Ciledug-Tendean, di sepanjang Jalan Cokroaminoto, Ciledug. "Teknologi ini sudah kita pakai untuk perencanaan elevated busway, sepanjang Jalan Cokroaminoto. Pengeboran untuk mengecek kekuatan struktur tanah sudah dilakukan. Ada sekitar 20 titik," jelasnya. Ke-20 titik geolistrik dan boring itu sudah dibuat mulai dari batas wilayah DKI Jakarta sampai dengan CBD Ciledug, dengan jarak 5 kilometer. Hasilnya, cukup memuaskan dan keakuratannya tinggi. "Ke depan, kita juga akan pakai geolistrik untuk membangun jembatan di Sungai Cisadane. Karena geolistrik bisa mencapai kedalaman tanah hingga 50-100 meter dengan radius 200 meter," tambahnya. Dari segi biaya, penggunaan teknologi ini juga cukup ringan, hanya Rp1,5 juta per satu titiknya. Sementara sistem boring, Rp500.000 per meternya dengan minimal pengeboran hingga mencapai 30 meter. "Kelebihan geolistrik mempresentasikan lapisan tanah dan kita menjadi tahu titik mana saja yang harus dibor. Sementara kelemahannya tidak bisa menggambarkan kekuatan struktur tanah," sambungnya. Untuk itu, sistem geolistrik melengkapi sistem pengeboran yang ada, dalam perencanaan teknis suatu pembangunan. Pengombinasian keduanya sangat diperlukan dalam proses pembangunan. "Tapi kita belum punya alat sendiri. Dari segi SDM juga kita belum siap. Kita sedang mengarah ke sana. Karena butuh ahli geofisika untuk menginterpretasikan arus listrik dan lapisan tanah," tuturnya. (Hasan Kurniawan)
(Fakhri Rezy)