JAKARTA - Perry Warjiyo yang menjadi Calon tunggal Gubernur Bank Indonesia (BI) memaparkan visi dan misinya di depan Komisi XI DPR RI. Hal ini dilakukan dalam menjalani uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test).
Dia menyampaikan visinya adalah menjaga stabilitas dan mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi. Adapun misinya terdiri dari tiga yakni inovatif dalam optimalisasi bauran kebijakan moneter, makropudensial, sistem pembayaran untuk menjaga keseimbangan stabilitas dan pertumbuhan.
Baca Juga: 3 Kali Gagal, Perry Warjiyo: Semua Indah pada Waktunya
"Kemudian, proaktif dalam menjalin koordinasi dan kerjasama dengan berbagai pihak, khususnya pemerintah , OJK, dan DPR. Serta terakhir, berperan aktif dalam mendukung kebijakan dan program pemerintah dan otoritas terkai," ujar Perry di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Untuk mencapai visi dan misi tersebut, maka Perry pun memberikan 7 strategi yang akan dilakukannya saat menjadi Gubernur BI selanjutnya. Pertama, memperkuat efektivitas kebijakan moneter untuk pengendalian inflasi dan stabilitas nilai tukar. Hal ini dilakukan melalui kebijakan suku bunga yang ditetapkan harus mampu menjaga inflasi serta sesuai sasaran di 3,5 plus minus 1%. Kemudian intervensi di pasar valuta asing (valas) dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.
"Nilai tukar dikendalikan global tapi BI bisa intervensi di pasar valas dan SBN. Efektivitas kebijakan itu dengan melakukan penurunan suku bunga. Target suku bunga kredit single digit‎," ujar dia.
Baca Juga: Perry Warjiyo: Saya Mengagumi Kepemimpinan Agus Marto
Kedua, relaksasi kebijakan makroprudensial untuk mendorong pembiayaan perbankan. Kata dia, mendorong pembiayaan perbankan pada sektor riil dengan obligasi korporasi dari perusahaan. "Bank didorong membeli obligasi dengan minimum rating akan memperluas pembiayaan perbankan," jelasnya.
Ketiga yaitu pendalaman pasar keuangan, khususnya untuk pembiayaan infrastruktur. Kata dia, saat ini ada 37 proyek strategis pemerintah, 20 di antaranya proses konstruksi senilai Rp1.700 triliun. Hal ini tentunya membutuhkan pendanaan yang besar, namun tak hanya dapat didorong dengan kemampuan fiskal ataupun kemampuan BUMN.
"Kapasitas fiskal ada batasnya. Pembiayaan infrastruktur dibantu swasta. Penerbitan obligasi dan sekuritas. Penguatan koordinasi antarlembaga,"Â jelasnya.