Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Dahsyatnya Dampak Digital Ekonomi, Indonesia Harus Siap

Oris Riswan , Jurnalis-Jum'at, 10 Agustus 2018 |17:33 WIB
Dahsyatnya Dampak Digital Ekonomi, Indonesia Harus Siap
Digital Ekonomi (Foto: Okezone)
A
A
A

BANDUNG - Upaya peningkatan produktivitas ekonomi menjadi hal mutlak yang harus dilakukan Indonesia karena merupakan kunci kemajuan bangsa. Hal itu disampaikan mantan Menko Bidang Perekonomian Chairul Tanjung (CT).

"Tidak mungkin bangsa itu maju kalau produktivitasnya rendah, tidak mungkin ekonomi kuat kalau produktivitasnya rendah, tidak mungkin mata uang kuat kalau produktivitasnya rendah, karena kita tahu mata uang adalah cerminan juga dari faktor produktivitas," kata CT dalam Seminar Nasional dan Kongres ISEI XX 2018 di Bandung, Jumat (10/8/2018).

Peningkatan produktivitas sendiri merupakan hal yang mudah diucapkan. Tapi, di saat bersamaan, hal itu cukup sulit diwujudkan.

"Kita, Indonesia ini punya tantangan yang sebenarnya easy to say but not easy to do yang namanya produktivitas," ucapnya.

Melihat Lebih Dekat Aktivitas Pekerja pada Perakitan BMW All-New BMW X3

Dia lalu membandingkan adanya produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2010-2014 yang pertumbuhannya 5,7%. Sedangkan pada 2014-2017, pertumbuhan PDB hanya sekira 5%. CT pun berharap ke depan ada hal-hal positif dari hasil Kongres ISEI untuk mendorong semakin tumbuhnya produktivitas nasional.

"Ini sebuah keniscayaan, tentu kita berharap ISEI bisa menghasilkan terobosan-terobosan pemikiran yang bisa menyelesaikan masalah ini," ujarnya.

Tapi, dia menyebut saat ini ada masalah lain. Saat Indonesia masih berkutat untuk meningkatkan produktivitas ekonominya, justru sekarang ada tantangan baru, yaitu hadirnya digitalisasi ekonomi.

"Bayangkan, ini akan terjadi sebuah revolusi yang luar biasa dalam 5-10 tahun yang akan datang. Sementara kita belum beres dengan urusan fundamental yang namanya produktivitas, tantangan baru masuk. Kalau kita tidak bisa lompat, kita akan punya masalah berarti," jelas CT.

Dia kemudian mencontohkan, perusahaan GE yang dulu merupakan raksasa di dunia. GE memproduksi banyak hal, mulai dari mesin pesawat, lokomotif, mesin cuci, setrika, hingga bohlam.

GE saat ini justru kalah besar jika dibandingkan perusahaan-perusahaan yang lebih moderen seperti Google, Amazon, Facebook, hingga Aple. "Bahkan Aple minggu lalu berhasil menembus mencapai USD1 triliun market caps-nya. Jadi perusahaan itu kalau dijual, USD1 triliun," tuturnya.

"Ini era baru. Jadi, bayangkan GE yang produksi lokomotif sampai mesin pesawat sekarang tidak ada value lagi praktis jika dibanding pemain baru di era digital ini, berubah dengan sangat luar biasa," papar CT.

Dalam dunia ekonomi Indonesia ke depan, akan ada juga persoalan. Sebab, teknologi semakin murah. Sebaliknya, sumber daya manusia (SDM) akan semakin mahal.

Contohnya, buruh di Karawang dengan UMR saat ini sekira Rp3,8 juta. Dalam kurun 10 tahun ke depan, diperkirakan UMR-nya akan mencapai Rp15 juta. Di saat yang sama, teknologi akan menjadi semakin murah dan jadi pilihan perusahaan.

"Kalau UMR Rp15 juta, orang (perusahaan) mau pakai robot apa pakai manusia? Karena robot makin murah, teknologi makin murah, manusia menjadi semakin mahal," kata CT.

(feb)

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement