
Sederhananya, lanjut Jahja, ketika terjadi gejolak perekonomian di sebuah negara, maka investor akan bereaksi dan menyelamatkan investasinya ke instrumen-instrumen yang paling minim risiko.
Aset berdenominasi rupiah belum dianggap sebagai aset yang paling minim risiko. Oleh karena itu, pasar keuangan Indonesia dengan kepemilikan asing yang masih cukup besar akan sangat mudah terpengaruh ketika investor global mulai panik.
Ekonom PT Bank Permata Tbk Joshua Pardede juga menilai, BI perlu mempertahankan kebijakan moneter ketat untuk meningkatkan daya tarik aset berdenominasi rupiah, seperti surat berharga negara (SBN). BI, menurut dia, berkesempatan menaikkan kembali suku bunga acuan pada semester II/2018 sebesar 25 basis poin dari posisi sekarang di 5,25%. (Hatim Varabi/ Ant)
(Dani Jumadil Akhir)