Kendati demikian, dia menegaskan level utang Spindo akan meningkat karena perusahaan membutuhkan investasi yang cukup besar dan cukup tergantung dengan pendanaan yang periodenya jangka pendek. Grieser mencatat Spindo berupaya mempertahankan invesntorinya dalam jumlah seimbang, mengingat 65% bahan baku perseroan diimpor dalam jumlah besar. Meski perseroan mempertahankan jumlah inventorinya di level rendah sejak kuartal III/2017, penyimpanan perseroan terbilang masih cukup besar.

Moody’s memprediksi belanja modal Spindo akan berada di level rendah pada 2018—2019, untuk menekan risiko keuangan perseroan. Sebagian besar belanja modal tersebut akan dialokasikan untuk membangun gudang penyimpanan guna meningkatkan penjualan perseroan di pasar domestik. Adapun, Moody’s menyebut entitas berpeluang kembali meningkatkan rating Spindo menjadi stable jika perseroan mampu mempertahankan tingkat EBITDA yang stabil. Sebaliknya, Moody’s bisa saja menurunkan lagi peringkat jika perusahaan tidak dapat menjaga level EBITDA.
Sebagai informasi, Spindo tahun ini menargetkan pendapatan tumbuh 20% dan untuk memenuhi target tersebut, perseroan mengincar beberapa proyek baru dan salah satunya proyek yang didapat adalah pengadaan pipa transmisi ruas Cirebon-Semarang. Deputy President DirectorSteel Pipe Industry of Indonesia, Tedja Sukmana Hudianto pernah mengatakan, target kontrak proyek tersebut ialah bulan Oktober atau November 2018. "Terhitung sampai Mei 2018, order pipa mencapai 150.000 ton," kata Tedja.
Untuk memenuhi permintaan konsumennya, perseroan menargetkan dapat memproduksi pipa sebanyak 370.000 ton. Namun sayangnya, Tedja enggan merinci lebih detail kemana target konsumen dari produk pipa tersebut. Beberapa proyek tersebut antara lain pembangunan dermaga Gili Mas, Lombok yang dikerjakan oleh PT Pembangunan Perumahan (PTPP), serta pembangunan Tanjung Jati Expansion dengan kontraktor PT JFE Shoji Trade Indonesia.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)