Kedua adalah SDM. Saat ini, dari 8,1 juta tenaga kerja kontruksi Indonesia, yang mempunyai sertifikat tidak sampai 10%. Padahal, tenaga kerja Indonesia yang berkarya di luar negeri telah diakui karena memiliki sertifikat dan terampil. Oleh karena itu, untuk mempersiapkan daya saing bangsa di masa depan, Kementerian PUPR terus berupaya melakukan percepatan sertifikasi.
Rantai pasok ketiga adalah material yang masih membutuhkan oleh hampir semua daerah. Untuk memenuhi kebuuhan material, tidak jarang daerah kerap kali harus impor. Padahal, semen misalnya masih oversupply dan masih tersedia hingga 6 tahun ke depan. Keempat adalah peralatan. Saat ini, hanya ada sekitar 70.000 sampai 80.000 unit peralatan di Indonesia. Namun, yang terdata masih sedikit yakni sekitar 26.000.
Terkait kelayakan alat, Syarif mengatakan bahwa kelayakan alat bukan semata ditentukan oleh usia alat, melainkan kelayakan alat itu sendiri. "Sekali lagi kami berharap agar kontraktor kita siap, mulai dari materialnya, peralatannya, SDM-nya sampai badan usaha kita siap. Terakhir, tentu dari sisi teknologi dan dapat mengambil peluang di luar. Tugas kami sebagai Pemerintah adalah untuk membuka jalan bagi usaha dalam negeri," jelas Syarif.
Kontraktor Diminta Bantu Tanggap Darurat di Palu dan Donggala
Dalam kesempatan yang sama, Syarif juga menjelaskan bagaimana kondisi di Palu dan Donggala pascagempa yang membantu alat berat untuk membantu evaluasi korban, pembersihan kota dari puing-puning dan penanganan akses jalan. Untuk itu, Syarif mengajak Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) untuk ikut membantu penanganan dengan mengirim alat berat seperti ekskavator.
"Kebutuhan yang paling mendesak sekali saat ini adalah alat-alat berat. Sebagai kontraktor besar bisa memberikan bantuan alat berat dan bila diperlukan Pemerintah akan membayarnya,” kata Syarief.
(Dani Jumadil Akhir)