3. Persoalan Besar yang Dihadapi Rumah Sakit Di Indonesia Adalah Piutang BPJS Kesehatan
Ketua Umum Persi Kuntjoro Adi Purjanto mengakui bahwa salah satu persoalan besar yang dihadapi rumah sakit di Indonesia adalah piutang BPJS Kesehatan. Dia menekankan bahwa jangan sampai rumah sakit tidak boleh sakit seperti industri penerbangan. “Di samping pilotnya harus kompeten dan profesional, avturnya tidak boleh macet. Industri pelayanan tidak boleh macet. Harus serba seimbang di rumah sakit. Masalah JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), mohon Bapak Presiden ini ada potensi piutang yang belum dibayar sampai akhir nanti,” tuturnya.
Baca Juga: Tambal Defisit, Iuran BPSJ Kesehatan Diusulkan Naik
Dia juga mengatakan persoalan limbah medis, harus dikelola dengan baik melalui regulasi. “Nanti kami akan mengajukan kajian akademis berkaitan dengan hal ini,” ungkapnya. Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai teguran Presiden tersebut tepat. Pasalnya BPJS dari tahun ke tahun ke tahun terus mengalami defisit. Dia berharap hal ini dapat ditindaklanjuti. “Harus difollow up. Bentuknya evaluasi tertulis dan terdokumentasi untuk menjadi acuan pada tahun depan. Jadi memang sudah benar presiden menegur,” ungkapnya.
4. Presiden Harus Lakukan Evaluasi
Kuntjoro mengatakan bahwa Presiden harus melakukan evaluasi tidak hanya untuk BPJS Kesehatan dan kementerian Kesehatan (Kemenkes) tapi juga instansi lain yang terlibat. Hal ini sebagaimana yang diatur di dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 8/2017.
Baca Juga: Cegah Duplikasi Data Peserta, BPJS Kesehatan Pakai Nomor Induk Kependudukan
“Teguran harus juga ditujukan kepada semua instansi. Mulai dari Kemendagri, Kemenaker, Kejaksaan dan lainnya. Kenapa Kemendagri? Ini banyak pemda yang belum membayar iuran sekitar Rp800 miliar. Pun dengan perusahaan swasta yang masih banyak menunggak. Ini kejaksaan dan Menaker harus bergerak,” sebutnya. Menurut dia, adanya defisit ini merupakan dampak dari tidak adanya penyesuaian tarif. Padahal seharusnya penyesuaian tarif harus dilakukan paling lambat dua tahun sejak dilaksanakan.
“Jadi siapa pun di rutnya, jika tidak ada penyesuaian tarif, akan tetap terjadi defisit,” katanya. Dia pun menyarankan agar pemerintah melakukan revisi atas PP 87/2013 agar memungkinkan bagi BPJS meminjam ke perbankan untuk membayar rumah sakit. Tentunya ini dimungkinkan jika BPJS tidak mampu membayar. “Harusnya daripada nunggu bail out, harus dibuka aturan bahwa BPJS bisa pinjam ke bank untuk dibayarkan ke rumah sakit,” tandasnya.
(Dita Angga)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)