JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) menilai kenaikan harga jagung bukan disebabkan kekurangan pasokan, sebab produksi jagung nasional bahkan mengalami surplus. Kementan mengklaim, produksi jagung nasional di 2018 mengalami surplus 12,98 juta ton pipilan kering (PK), bahkan telah ekspor sebanyak 372.990 ton ke Filipina dan Malaysia.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHTP) Kementan Gatot Sumbogodjatiada, pada bulan Oktober 2018 harga jagung di sekitar Rp3.691 per kilogram (kg). Bahkan 3 bulan yang lalu harga jagung sempat turun di Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara hingga Rp2.887 per kg.
"Karena dari harga di tingkat petani tersebut, ditambahkan dengan biaya processing dan penyusutan bobot akibat pengeringan sebesar 15% maka harga jagung di pengguna akhir tidak lebih dari Rp4.250 per kg. Hal ini menunjukkan disparitas harga di petani dan di industri yang menjadi indikasi diperlukannya pembenahan rantai pasok jagung," paparnya dalam konferensi pers di Gedung Kementan, Sabtu (3/11/2018).

Padahal berdasarkan data Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) harga jagung sudah mencapai Rp5.200-Rp5.300 per kg. Sedangkan harga pokok penjualan (HPP) jagung yang dipatok pemerintah Rp4.000 per kg.
Gatot menyatakan, untuk mengatasi permasalahan kenaikan harga ini, Kementan menyediakan 1.000 alat pengering (dryer) untuk pengolahan pascapanen, agar jagung bisa disimpan dan ditransportasikan dengan baik sehingga bisa meminimalisir terjadinya disparitas harga.
Menurutnya, di Indonesia kapasitas pengeringan industri pakan masih rendah karena sebagian masih belum memiliki dryer atau ruang penyimpanan yang cukup besar. Selain itu, pihaknya juga akan membantu industri pakan atau pengguna Iainnya yang kesulitan mencari jagung dengan dapat langsung berkomunikasi pada Direktorat Serealia Kementan.
"Dalam jangka panjang, Kementan menyatakan siap mendampingi terbentuknya kemitraan Business to Business (B to B) antara industri pakan dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sehingga industri mendapat jagung sesuai spesiflkasi yang diinginkan dan pasokan jagungnya terjamin," jelas dia.
Sementara itu Sekretaris Jenderal Kementan Syukur Iwantoro menjelaskan, meski saat ini telah diputuskan impor jagung hingga 100.000 ribu ton untuk kebutuhan pakan peternakan mandiri, kedepannya Kementan tetap bertekad memenuhi kebutuhan jagung nasional dari produksi dalam negeri tanpa impor jagung sama sekali.

Untuk mencapai target tersebut, dialokasikan bantuan benih jagung seluas 2,8 juta hektare yang tersebar di 33 Provinsi sesuai dengan potensi lahan, lokasi pabrik pakan, dan ekspor. Pemerintah Propinsi juga didorong untuk berperan dengan membangun buffer storage, yaitu menyerap surplus produksi pada waktu puncak panen, dan menyimpannya untuk dilepas kembali pada waktu produksi menurun.
"Persoalan lain yang juga perlu diselesaikan adalah menyederhanakan rantai pasok. Alur perdagangan jagung saat ini umumnya masih panjang dan menyebabkan harga cenderung tinggi," katanya dalam kesempatan yang sama. (yau)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)