JAKARTA - Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kian perkasa ke level Rp14.500 per USD. Berdasarkan Bloomberg Dollar Index hari ini, pukul 16:08 WIB, Rupiah pada perdagangan spot exchange menguat ke level Rp14.590 per USD.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam menyatakan, apresiasi kurs Rupiah dalam pekan ini memang mengejutkan. Menurutnya, hal ini di dorong tekanan ekonomi global yang sedikit lebih mereda.
"Rupiah di luar dugaan dalam seminggu ini menguat sangat signifikan. Ada beberapa faktor yang memunculkan sentimen positif pasar sekaligus memperkuat Rupiah," jelasnya kepada Okezone, Rabu (7/11/2018).
Baca Juga: Rupiah Menguat, Sri Mulyani: Investor Melihat Ada Sentimen Positif
Dia menjelaskan, salah satu penyebab Rupiah menguat berasal dari kebijakan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebanyak 150 basis points (bps) hingga Oktober lalu. Di mana Bank Sentral AS (The Fed) baru menaikkan suku bunga acuannya (Fed Federal Reserve/FFR) sebanyak 100 bps.
Hal ini membuat spread imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) lebih melebar dari surat berharga di AS. "Dengan yield yang lebih tinggi, SBN menjadi lebih menarik. Sentimen positif ini mendorong masuknya kembali investor asing ke pasar SBN sekaligus memperkuat Rupiah," ujar dia.
Faktor kedua, didorong perkiraan pasar akan kenaikan FFR tak lagi sebesar sebelumnya. Sebab The Fed mempertimbangkan proyeksi inflasi AS yang akan tertahan.

Kemudian faktor ketiga yakni perang dagang. Adanya agenda pertemuan antara AS dan China memunculkan harapan baru, panasnya perang dagang bisa mereda.
"Walaupun (pertemuan) tidak menjanjikan berakhirnya perang dagang, tapi memunculkan harapan isu perang dagang akan berakhir baik atau setidaknya tidak memburuk," jelas dia.
Kondisi inilah, kata Piter, menjadi sentimen positif bagi negara-negara perkembang, termasuk Indonesia. Meski demikian, penguatan ini dinilainya akan bersifat sementara, karena menengok kondisi neraca transaksi berjalan yang masih defisit (current account deficit/CAD).
Baca Juga: Rupiah Menguat ke Level Rp14.500-an, Ini Sederet Sentimen Positifnya
Menurutnya, hingga akhir tahun CAD bahkan bisa melawati batas 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). "Sampai dengan September, CAD sudah di kisaran 2,5% dari PDB, selama kuartal IV CAD dipastikan akan bertambah. Karena defisit neraca perdagangan barang dan jasa, serta yang lebih besar neraca pendapatan primer," paparnya.

Hal yang penting menjadi perhatian pemerintah adalah hingga akhir bulan November mengenai keyakinan investor pada perekonomian domestik. Sebab, AS akan kembali mengambil kebijakan pengetatan moneter di bulan Desember.
"Sejauh mana keyakinan investor terhadap perekonomian domestik, yang sesungguhnya akan terlihat di momen ada perkiraan The Fed menaikkan suku bunga, yaitu di bulan Desember," pungkasnya.
(Feb)
(Rani Hardjanti)