JAKARTA – Bank Indonesia mencatat, aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik terjadi pada semua jenis aset, termasuk ke pasar saham. Dengan perkembangan tersebut, sampai 14 November 2018, secara year to date (ytd) Rupiah terdepresiasi 8,25% atau lebih rendah dari Turki, Afrika Selatan, India, dan Brasil.
Baca Juga: Jaga Rupiah, BI Terbitkan Aturan Derivatif dengan IRS dan OIS
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, Rupiah mencatat depresiasi pada triwulan III dan Oktober 2018 dan kemudian menguat pada November 2018. Kendati demikian secara umum nilai tukar Rupiah dinilai bergerak sesuai mekanisme pasar dan mendukung proses penyesuaian sektor eksternal dalam menopang kesinambungan perekonomian.
“Secara point to point, Rupiah melemah sebesar 3,84% pada triwulan III 2018 dan 1,98% pada Oktober 2018 akibat ketidakpastian ekonomi global,” ujar Perry dalam konferensi pers di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Baca Juga: Jelang RDG BI, Rupiah Menguat ke Rp14.775 per USD
Pada November 2018, Rupiah menguat dipengaruhi aliran masuk modal asing dipicu kondisi perekonomian domestik yang tetap kondusif, kebijakan pendalaman pasar keuangan, dan pengaruh sentimen positif dari hasil pemilu di AS dan sempat meredanya ketegangan dagang antara AS dan Tiongkok.
“Ke depan, Bank Indonesia terus mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya, serta menjaga bekerjanya mekanisme pasar dan didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan,” ujarnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)