JAKARTA – Kritik mengenai penggunaan anggaran kembali dialamatkan ke Kementerian Pertanian (Kementan), setelah beberapa hari lalu menerima sejumlah penghargaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai kementerian yang dinilai cakap dalam hal mengendalikan praktik gratifikasi.
Data baru BPS mengenai luas lahan sawah menjadi sandaran kritik. Dicurigai telah terjadi pemborosan, karena anggaran masih menggunakan data luas lahan BPS yang lama.
Seperti disampaikan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sebelumnya, bahwa tiap tahun area persawahan diprediksi terus berkurang. Kementan terus melakukan upaya mencetak sawah, namun alih fungsi lahan persawahan begitu pesat. Berubah menjadi mal, dan bangunan lainnya.
Baca Juga: Program Solid Kementan Buat Kesejahteraan Petani Maluku Meningkat
Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan BPS, Hermanto bin Ashari Prawito, menyebutkan berkurangnya luas baku lahan pertanian sejatinya telah terkonfirmasi dari data yang dirilis pemerintah. Data yang didapat dari citra satelit juga menyimpulkan adanya pengurangan areal persawahan.
"Iya, bisa dilihat. Artinya, per tahun ada sekitar 120 hektare (lahan pertanian yang hilang). Itu bisa dilihat dari data nasional," ujar Hermanto, dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin (10/12/2018).
Pemerintah memperketat koordinasi. Kementerian ATR/ BPN fokus menggarap rancangan peraturan presiden guna mempersulit alih fungsi lahan. Sementara Kementan meminta Dinas Pertanian Provinsi, Kabupaten dan Kota mendata luas baku sawah, untuk mendapatkan data yang lebih spesifik dan terperinci.
Alih Fungsi Tak Terbendung, Kementan Optimalkan Lahan Rawa
Kementerian Pertanian sepertinya menyadari sepenuhnya, alih fungsi lahan tak dapat dibendung dengan mencetak sawah. Maka Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengalihkannya menjadi optimasi lahan rawa. Proses pergeseran perluasan lahan tanam itu dilakukan karena minimnya anggaran dan adanya sejumlah kendala dalam proses verifikasi lahan.
Direktur Jenderal Sarana dan Prasarana, Kementerian Pertanian, Pending Dadih Permana, mengatalan saat ini masih banyak masyarakat miskin yang memiliki lahan rawa. "Sementara cetak sawah itu daerahnya harus clean and clear, tetapi Area Penggunaan Lain (APL) semakin terbatas," kata Pending di Jakarta.
Baca Juga: 4 Tahun Pembangunan Pertanian: Ekspor Meningkat hingga Mafia Pangan Babak Belur
Pergeseran itu terlihat dari capaian cetak sawah baru oleh Kementerian Pertanian. Sepanjang 2014 sampai 2018, luas area cetak sawah secara keseluruhan mencapai 215.811 hektare.
Jika dilihat beberapa tahun terakhir, kegiatan cetak sawah memang cenderung menurun. Pada 2015, realisasi program cetak sawah mencapai sekitar 20.070 hektare, kemudian meningkat jadi 129.096 hektare pada 2016. Pada 2017, jumlahnya turun menjadi separuhnya atau hanya sekitar 60.243 hektare. Adapun realisasi 2018, hingga saat ini capaiannya baru mencapai 6.402 hektare.