JAKARTA - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ahmad Helmy Fuady menunjukkan data bahwa China dalam waktu singkat telah menjelma menjadi raksasa ekonomi dunia.
"China muncul sebagai sebuah kekuatan yang sangat besar," kata peneliti Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (P2SDR) LIPI Ahmad Helmy Fuady seperti dikutip Harian Neraca, Jakarta, Senin (17/12/2018).
Dia menjelaskan bahwa pada tahun 2001 masih belum banyak negara bekerja sama dengan China. "Di 2001 hampir tidak ada koneksi ke China, artinya sekitar 17 tahun yang lalu natural resources belum banyak mengalir ke sana, di dunia perdagangan belum banyak orang mempertimbangkan tentang China," katanya.
Baca Juga: China Bangun Gedung Pencakar Langit Paling Banyak
Namun 15 tahun berselang ternyata China telah mampu menjadi pusat perdagangan dunia. "Di 2016 kita lihat bagaimana dia jadi pusat dari perdagangan dunia," kata pria yang karib disapa Helmy ini. Salah satu buktinya adalah besarnya porsi produk domestik bruto (PDB) Cina terhadap jumlah PDB seluruh dunia. "Saat ini China sudah sekitar 15% GDP-nya dibanding GDP dunia," katanya.
China pun telah melakukan ekspansi bisnis dengan baik di Afrika. Dia mencontohkan salah satunya di wilayah Afrika, tulisan berbahasa China terdapat di banyak tempat yang menunjukkan besarnya kerja sama antara kedua negara. Helmy juga menceritakan bahwa di beberapa negara Asia Tenggara, infrastruktur yang dibangun banyak yang berasal dari negara China.
"Hal yang sama juga ditemui oleh teman-teman kami yang melakukan penelitian di Asia Tenggara, di kota-kota perbatasan Vietnam, Thailand, dan sebagainya, bagaimana pengaruh infrastruktur China itu masuk begitu pesat ke sana," katanya.
Pihaknya meminta pemerintah agar melakukan upaya penguatan produk ekspor dan meningkatkan kerja sama bilateral untuk bersaing dengan ekspansi agresif yang dilakukan oleh China.
"Ada hal penting sebenarnya yang perlu dilakukan di internal di domestik tentang diversifikasi produk kita, juga bagaimana penguatan produk supaya lebih dengan teknologi yang lebih tinggi dan sebagainya, hal yang dilakukan Indonesia juga menambah free trade agreement begitu banyak, bilateral trade agreement yang saat ini coba dilakukan oleh Indonesia," katanya.
Baca Juga: Perang Dagang AS-China Memanas, Pertumbuhan Ekonomi Global Memburuk
Meskipun begitu, pertumbuhan ekonomi china belakangan mulai banyak terkoreksi lantaran perang dagang dengan Amerika Serikat. China merilis data hasil produksi industri dan pertumbuhan penjualan ritel bulan November 2018 yang berada di bawah ekspektasi.
Hal ini berdasarkan data yang dirilis BPS, data tersebut sejalan dengan ekonomi China menunjukkan tanda-tanda perlambatan karena perang dagang dengan AS.
Hasil produksi industri pada November 2018 tumbuh 5,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Capaian tersebut merupakan angka terendah dalam tiga tahun. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan poling para analis Reuters yang mencapai 5,9%. Sementara itu, penjualan ritel tumbuh 8,1 persen pada November 2018, angka terendah sejak 2003 dan lebih rendah dibandingkan pada bulan Oktober 2018 yang mencapai 8,6%.
Investasi aset tetap tumbuh 5,9%selama Januari-November 2018, lebih tinggi dibandingkan proyeksi ekonom yakni 5,8%. Data ekonomi China sangat dipantau oleh banyak pihak, terkait dengan perang dagang dengan AS. Ini sejalan pula dengan defisit transaksi berjalan dengan China yang dikeluhkan Trump.
(Dani Jumadil Akhir)