JAKARTA - Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman mengatakan, ketahanan perlindungan kosumen di Indonesia masih sangat rawan. Hal ini terlihat dari beberapa indikator yang menjadi pengaduan konsumen (PK).
"Ketahanan perlindungan konsumen di Indonesia tidak lagi memadai untuk menghadapi tantangan perlindungan konsumen saat ini dan masa depan, situasinya sebenarnya sangat rawan dengan mencermati beberapa indikator," ujar Ardiansyah dalam jumpa pers catatan akhir tahun BPKN, Kantor Kementrian Perdagangan, Jakarta, Senin (17/12/2018).
Baca Juga: Ada 1.330 Aduan Korban, OJK Siap Cabut Izin Fintech Nakal
Ardiansyah menjelaskan indikator yang masih rawan yakni pada pada sektor E-commerce. Ia mencontohkan, insiden PK yakni pada elektronik commerce seperti kejelasan akses pemulihan bagi transaksi e-commerce, sistem dan lembaga pemulihan. Dicontohkan terjadi kecurangan oleh oknum karyawan tokopedia saat flash sale.
Lalu insiden PK lainnya yakni kerahasiaan data pribadi seperti kasus Cambridge analytica, dimana RI butuh regulasi jaminan data dan sistem transaksi elektronik. Dan insiden PK e-commerce lainnya dalam Fintech, dicontohkan kasus di Bali yaitu Wechat dan Alipay.
"Tanpa pengaturan segera oleh pemerintah atas keberadaan kepastian hukum dan jalur pemulihan bagi konsumen, insiden tersebut berpotensi berkembang tidak terkendali. Hal ini akan diperkuat oleh semakin tingginya lalu lintas e-commerce lintas batas (cross border)," jelasnya.