 
                
NEW YORK - Harga minyak dunia masih melemah pada perdagangan di akhir pekan (Sabtu pagi WIB). Harga minyak tenggelam lebih jauh ke rekor terendah sejak Januari 2016.
Hal ini dikarenakan kekhawatiran kelebihan pasokan dan berkurangnya permintaan diperparah potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Tercatat, minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari, turun USD0,29 menjadi menetap di USD45,59 per barel di New York Mercantile Exchange.
Baca Juga: Harga Minyak Anjlok ke Level Terendah
Sementara patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Februari, turun USD0,53 menjadi ditutup pada USD53,82 per barel di London ICE Futures Exchange. Demikian dilansir Xinhua, Jakarta, Sabtu (22/12/2018).
Sentimen suram di antara para pedagang minyak datang bersamaan dengan berlanjutnya aksi jual di pasar saham, karena para investor mempertahankan pandangan bearish pada pertumbuhan ekonomi di tahun mendatang.
Hal ini diperparah dengan direvisinya pertumbuhan ekonomi Amerika 0,1% menjadi 3,4% pada kuartal III. Demikian laporan Departemen Perdagangan AS.
Dibandingkan dengan pertumbuhan PDB 4,2% pada kuartal kedua, revisi yang lebih lemah dari perkiraan itu terutama terseret oleh kemunduran pengeluaran konsumen dan ekspor, menambah risiko-risiko penurunan terhadap pertumbuhan mendatang negara itu.
Pasar minyak global sedang bergulat dengan meningkatnya stok, meskipun ada kesepakatan pengurangan produksi 1,2 juta barel per hari antara OPEC dan sekutunya, yang mulai berlaku sejak Januari tahun depan.
Baca Juga: Harga Minyak Rebound, Ada Tanda Permintaan Global Menguat
Efek potensial dari pengurangan produksi sebagian diimbangi oleh perkiraan yang mengkhawatirkan bahwa produksi tujuh cekungan serpih utama AS diperkirakan akan mencapai 8,166 juta barel per hari (bph) pada Januari 2019, dengan peningkatan terbesar 134.000 barel per hari sejak September.
Saat ini, Amerika Serikat memproduksi 11,6 juta barel per hari, melampaui Arab Saudi dan Rusia untuk menjadi produsen minyak terbesar di dunia.
Dengan semakin dekatnya liburan Natal dan Tahun Baru, para pedagang cenderung mengaktifkan mode risk-off untuk menghindari kerugian tambahan.
(Dani Jumadil Akhir)