Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Menjaga Keberlangsungan Fiskal demi Pembangunan Negara

Koran SINDO , Jurnalis-Senin, 24 Desember 2018 |15:10 WIB
Menjaga Keberlangsungan Fiskal demi Pembangunan Negara
Ilustrasi: Foto Shutterstock
A
A
A

Realisasi PNBP tercatat telah mencapai Rp350,86 dan melampaui ekspektasi APBN 2018 dengan tingkat realisasi sebesar 127,39%. Secara agregat hasil PNBP meningkat 31,54% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kenaikan rata-rata harga komo ditas minyak bumi dan batu bara yang terjadi sepanjang tahun berjalan menjadi penyebab utama peningkatan realisasi PNBP. Realisasi PNBP sumber daya alam (SDA) mencapai Rp163,75 triliun dengan tingkat pertumbuhan sebesar 60,42%.

Mayoritas PNBP SDA di hasilkan dari kelompok migas yang mencapai Rp119,83 triliun dengan tingkat pertumbuhan 72,86%. Sementara itu pendapatan dari hibah untuk saat ini sudah mencapai Rp10,6 triliun atau setara dengan 885,75% dari target APBN 2018.

Performa pendapatan negara yang sejauh ini relatif melegakan tersebut perlu dijaga ke sinambungannya melalui kebijakan belanja yang mumpuni. Karena di tahun-tahun berikut nya kita akan menghadapi berbagai tantangan pembangunan yang sifatnya selalu dinamis.

Target pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan membutuhkan investasi dari pemerintah dan sektor swasta secara progresif. Kebijakan pemerintah dari sisi belanja dan regulasi dapat memengaruhi performa keduanya (investasi pemerintah dan swasta) secara sekaligus.

Di luar itu masih juga dipengaruhi kondisi eksternal yang sering kali turut menjadi faktor penentu hasil kebijakan domestik. Untuk saat ini mungkin problem terbesarnya adalah bagaimana mewujudkan biaya investasi yang semakin efisien.

Salah satu indikatornya dapat dilihat dari tingkat incremental capital output ratio (ICOR) yang pada 2017 kemarin sebesar 6,46%. Angka tersebut menjelaskan bahwa untuk kenaikan pertumbuhan 1%, kita butuh kenaikan investasi sebesar 6,46 kali lipat dari nilai sebelumnya.

Skor tersebut masih cukup mem bebani, terlebih jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga yang nilai ICORnya hanya di kisaran 3%. Tantangan berikutnya adalah menjaga daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat agar bisa tetap tinggi. Hal tersebut tidak dapat kita hindari karena tulang punggung perekonomian Indonesia utamanya berasal dari konsumsi rumah tangga.

Determinan dari daya beli dan ting kat konsumsi adalah bauran dari tingkat inflasi dan kenaikan pendapatan masyarakat. Untuk saat ini tingkat inflasi masih sangat terkendali dengan kisaran yang sesuai dengan ekspektasi pemerintah.

Namun stabilitas pasokan serta tingkat pendapatan masyarakat sejauh ini stabilitasnya masih relatif abu-abu. Persepsi dan psikologi publik juga masih mudah terguncang dengan isu pelemahan nilai tukar rupiah.

Hal tersebut cukup beralasan karena sebagian barang konsumsi masyarakat dan input produksi bagi industri berasal dari impor. Jadi perubahan sedikit saja pada kurs rupiah bisa segera memengaruhi psikis pola ekonomi mereka.

Penguatan nilai tukar rupiah yang ter jadi akhirakhir ini disinyalir le bih banyak karena peran faktor eksternal ketimbang sumbangsih dari pemerintah. Hal itu ternyata mampu memperkuat keyakinan masyarakat pada pemerintah dan memperbaiki pola ekonomi dan daya beli masyarakat.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement