JAKARTA – PT Freeport Indonesia akan mengucurkan dana investasi pasca terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Permanen dan selesainya proses divestasi saham.
Rencananya investasi yang dikucurkan tersebut sebesar USD20 miliar atau sekitar Rp291 triliun hingga 2041 sesuai masa berlaku IUPK.
“Transisi untuk menjadi tambang bawah tanah terbesar, kami akan investasi sebesar USD20 miliar sampai 2041. Itu investasi besar,” ujar Chief Executive Officer Freeport McMoran Richard Adkerson di Jakarta.
Baca Juga: Sri Mulyani Pastikan Penerimaan Negara dari Freeport Lebih Besar
Menurut dia, Freeport Indonesia juga akan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Pihaknya mengaku antusias terkait kepastian kelanjutan bisnis perusahaannya bersama holding BUMN PT Inalum hingga 2041, baik secara hukum maupun fiskal. Kerja sama tersebut, menurutnya, sangat positif bagi Indonesia dan Freeport.
“Kami berusaha memenuhi permintaan Presiden dan sekarang kami dapat melanjutkan bisnis hingga 2041. Kami akan membangun smelter, seperti yang disampaikan Presiden, menyelesaikan dalam lima tahun ke depan,” katanya.
Baca Juga: Tutup Tambang Terbuka, Freeport Fokus Keruk Bawah Tanah Mulai 2019
Tak hanya itu, pihaknya juga menjanjikan kegiatan tambang Grasberg di Papua hingga pembangunan smelter dapat menciptakan lapangan kerja khususnya bagi masyarakat Papua dan keuntungan bagi Indonesia. Selain itu, pihaknya juga berjanji terkait penanganan isu lingkungan ke depan akan lebih baik bersama Inalum.
Sementara itu, Direktur Utama Freeport Indonesia Clayton Allen Wenas atau akrab disapa Tony Wenas mengungkapkan, tahun depan sudah akan memulai kegiatan operasional tambang bawah tanah. Pasalnya, untuk tambang terbuka sudah mulai habis bulan depan.
“Ke depan itu akan ada tambahan investasi sebesar USD14 miliar sampai 2041,” ungkapnya.
Baca Juga: 8 Fakta 51% Saham Freeport Rp55,8 Triliun Dibayar Lunas
Seperti diketahui, PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) baru saja menyelesaikan proses divestasi 51,2% sebagai pemegang mayoritas saham. Presiden Joko Widodo mengatakan hal itu merupakan momen bersejarah sejak Freeport beroperasi di Papua sejak 1973.