 
                
NEW YORK - Harga minyak melonjak pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), membukukan kenaikan harian terkuat dalam lebih dari dua tahun sekaligus berbalik dari penurunan tajam yang menekan minyak mentah ke posisi terendah sejak 2017.
Minyak mentah AS dan Brent naik sekitar 8% kenaikan satu hari terbesar sejak 30 November 2016, ketika OPEC menandatangani perjanjian penting untuk memangkas produksi. Belum jelas apakah pembelian lebih lanjut akan mendorong harga lebih tinggi lagi, setelah meja-meja perdagangan dipenuhi lebih banyak staf setelah tahun baru dimulai.
Baca Juga: Harga Minyak Anjlok ke Level Terendah
Minyak mentah telah terperangkap dalam pelemahan pasar yang lebih luas, karena penutupan (shutdown) pemerintah AS, tingkat suku bunga AS yang lebih tinggi dan perselisihan perdagangan AS-China mencemaskan para para investor dan memperburuk kekhawatiran atas pertumbuhan global.
"Pasar masih benar-benar mengkhawatirkan permintaan," kata wakil presiden intelijen pasar DrillingInfo Bernadette Johnson di Denver seperti dikutip Antara, Jakarta, Kamis (27/12/2018).
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Kian Murah, Ini Penyebabnya
"Aksi jual tidak menandakan kekuatan kepercayaan dalam permintaan, tapi kami masih berjalan terlalu cepat. Kami masih percaya USD45 terlalu rendah," sambungnya.
Minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari, menetap di USD46,22 per barel, naik USD3,69 ataun 8,7%.
Sekalipun dengan kenaikan hari itu, minyak mentah AS masih kehilangan hampir 40% dari penutupan tertinggi Oktober di lebih posisi lebih dari USD76 per barel.
Baca Juga: Harga Minyak Rebound, Ada Tanda Permintaan Global Menguat
Sementara itu, patokan internasional, minyak mentah Brent untuk pengiriman Januari, naik USD4,0 atau 8,0% menjadi USD54,47 per barel. Brent sebelumnya jatuh ke posisi USD49,93, terendah sejak Juli 2017.
"Penjualan baru-baru ini terasa kurang didorong secara fundamental dan lebih merupakan fungsi dari krisis pasar secara keseluruhan karena meningkatnya volatilitas ekuitas dan meningkatnya kekhawatiran makro telah membebani sejumlah kelas-kelas aset," tulis analis di Tudor, Pickering & Holt.
Dana-dana telah mengalami kerugian besar di pasar minyak tahun ini, dengan rata-rata adviser fund perdagangan komoditas, atau CTA, turun sebesar 7,1% pada tahun ini hingga pertengahan Desember, menurut data Credit Suisse.
Kepala perusahaan minyak Rusia Rosneft, Igor Sechin, memprediksi harga minyak mencapai kisaran USD50 hingga USD53 pada 2019, jauh dari tertinggi empat tahun di USD86 untuk minyak mentah Brent yang dicapai awal tahun ini.
(Dani Jumadil Akhir)