Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kisah Singapura, Negara dengan Program Perumahan Umum Paling Sukses di Dunia

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Rabu, 09 Januari 2019 |15:48 WIB
Kisah Singapura, Negara dengan Program Perumahan Umum Paling Sukses di Dunia
Apartemen (Foto: Okezone)
A
A
A

"Pemikiran di balik UU Akuisisi Lahan adalah kami harus berkorban demi negara," kata Lam. "Tapi jika saya [pemerintah] mengambil lahan Anda, artinya saya menunjuk Anda untuk berkorban; buat saya itu tidak adil."

Chuck Hio Soon Huat mengenang emosi yang berbeda. "Saya tidak merasa sedih sama sekali, mungkin saya masih muda. Pindah ke flat HDB terasa lebih enak, karena lebih bersih, lebih nyaman."

Flat HDB awalnya tersedia untuk disewa, tapi kepemilikan rumah kemudian menjadi prioritas nasional yang didorong oleh Lee Kuan Yew, yang yakin bahwa hal ini bisa mendorong stabilitas nasional.

Setelah beberapa dekade pembangunan yang intensif, Singapura kini punya lebih dari satu juta flat HDB di 23 kawasan kota. Pada 1960, hanya 9% orang Singapura yang tinggal di perumahan publik; kini angka itu mencapai 80%, dan lebih dari 90% warga memiliki rumah.

Harga jual untuk pembangunan baru (dibangun sesuai pesanan) lebih rendah dari harga pasar — meski ada periode menunggu antara 3 sampai 4 tahun sebelum Anda bisa pindah — dan stok sewaan juga disubsidi secara besar-besaran untuk rumah tangga berpemasukan rendah. Angka terbaru menunjukkan bahwa flat HDB bisa mencapai 73% dari stok perumahan di Singapura.

Baca Juga: Ini Kriteria Apartemen yang Menarik Minat Sewa Ekspatriat

Jalur yang ditentukan

Safura Ashari, seorang agen perumahan yang menjalani bisnis ini delapan tahun lalu setelah bercerai, membantu klien untuk menemukan flat HDB.

Perempuan usia 40 tahun ini tinggal di HDB di Pasir Ris, di timur Singapura. Menara-menara kembar berjajar di pinggir jalan, dan ada pusat makanan yang ramai, toko-toko, dokter, dokter hewan dan pasar. Kawasan ini tetap ramai dengan warga meski hujan.

Menurut Ashari, warga di sini sangat dekat satu sama lain. "Saya tidak mengunci pintu, saya berusaha untuk kenal dengan tetangga," katanya. "Di lantai saya, ada orang India, Cina, Filipina, dan saya Melayu. Kami merayakan semua perayaan agama — Hari Raya, Natal, Diwali."

Keragaman ini bukan suatu kebetulan — setiap HDB harus memenuhi kuota etnis yang ketat. Kebijakan Integrasi Etnis yang diterapkan pemerintah pada 1989 bertujuan untuk memastikan ada campuran etnis di flat-flat HDB, sesuatu yang menurut Lee Kuan Yew, akan mencegah komunitas "terpecah dan terasing dari satu sama lain".

Bagi agen perumahan seperti Ashari, kebijakan ini bisa menyulitkan. "Saya pernah menjual properti selama dua tahun. Kuota Melayu sudah terpenuhi dan penjualnya orang Cina, jadi saya hanya bisa menjual ke orang Cina juga."

Mempertahankan kuota etnis ini hanya satu faktor dalam aturan perumahan umum. Flat HDB yang baru malah hanya tersedia untuk pasangan yang sudah menikah. Mereka yang lajang harus menunggu sampai usia 35 untuk bisa membeli flat, itu pun mereka hanya bisa membeli flat yang sudah dijual lebih mahal daripada flat baru.

Mereka yang sudah bercerai pun mengalami tantangan — mereka bisa menyewa flat HDB selama 30 bulan setelah menjual rumah yang dibeli saat menikah, dan ini artinya mereka terbatas pada pasar yang lebih mahal, kata Corinna Lim, direktur eksekutif AWARE (Asosiasi Perempuan untuk Aksi dan Penelitian).

Para ibu yang tidak menikah juga baru bisa membeli flat HDB setelah mereka berusia 35, karena mereka tak diakui sebagai "keluarga inti", katanya.

Para ibu yang tidak menikah juga baru bisa membeli flat HDB setelah mereka berusia 35, karena mereka tak diakui sebagai "keluarga inti".

Alasannya, jika aturannya tidak dibuat ketat, maka dikhawatirkan bisa mendorong perceraian dan struktur keluarga tradisional, namun menurut Lim, tidak ada "bukti kuat" yang menunjukkan bagaimana tingkat perceraian akan meningkat jika aturan perumahan ini dilonggarkan.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement