Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kisah Singapura, Negara dengan Program Perumahan Umum Paling Sukses di Dunia

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Rabu, 09 Januari 2019 |15:48 WIB
Kisah Singapura, Negara dengan Program Perumahan Umum Paling Sukses di Dunia
Apartemen (Foto: Okezone)
A
A
A

"Kenyataannya akan selalu ada orang tua yang bercerai dan ibu yang tidak menikah yang butuh perumahan yang stabil, terlepas dari kebijakan sosial atau lingkungan," katanya.

'Steph', yang melahirkan anak perempuan di usia 17, mengatakan bahwa kebutuhannya untuk punya rumah sama besarnya dengan keluarga lain.

"Keluarga bisa bermacam-macam bentuknya, dan kita harus mulai mengakui ini. Dengan saya tidak menikah tak membuat peran saya sebagai ibu berkurang atau bahwa saya menjadi tidak sama dengan warga Singapura lainnya."

Raymond Yeo, 43, masih lajang saat dia membeli rumah pertamanya di usia 35. Kini, dia menikah dan siap untuk membeli flat yang lebih besar, namun dia merasa ragu akan sistem perumahan umum di negaranya. Dia sependapat dengan filosofi dasar soal perumahan umum, tapi menurutnya beberapa syarat dalam membeli unit HDB harus diubah.

"Pemerintah menunjukkan jalan yang mereka ciptakan untuk Anda, jadi jika Anda tidak menurutinya, Anda tidak dapat apa-apa. Jika Anda ingin punya rumah, Anda harus menikah dan berharap bisa membeli," katanya.

"Saya merasa generasi yang lebih muda tak punya pilihan lain selain mengikuti jalur yang sudah dipilihkan untuk mereka itu."

Baca Juga: Waspadai Hal Ini sebelum Sewa Menyewa Apartemen Fully-Furnished

Ashari punya pandangan berbeda meski mengalami kesulitan-kesulitannya sendiri dalam hidup, dan dia tetap optimis dengan sistem HDB.

"Tak ada klien saya yang jadi tak punya rumah, apa pun situasi mereka dalam hidup," katanya. Menurutnya orang bisa saja mengajukan pertimbangan sendiri ke HDB untuk mendapat solusi.

Banyak dari kepemilikan rumah terjadi karena subsidi atau tinggal dekat dengan orang dan punya akses ke Dana Providen Sentral (CPF), sebuah simpanan yang dimiliki semua orang Singapura yang bekerja dan wajib membayar. Ada aturan ketat soal membeli dan menyewakan flat HDB.

Ashari melihat perubahan sikap pada klien-kliennya selama beberapa tahun terakhir.

"Mereka yang lebih konservatif lebih mementingkan asal mereka punya rumah," katanya, "tapi ada kelompok lain yang ingin HDB yang bagus di lokasi yang bagus juga. Mereka bilang: 'Saya akan tinggal di sana selama lima tahun [sesuai aturan hukum] dan saya akan menyewakannya dan saya akan beli properti lain [yang ada di pasar].'"

Menjalin komunikasi

Tan Jin Meng, pria 53 tahun yang memegang gelar master di bidang kebijakan publik dari Lee Kuan Yew School of Public Policy, telah mengamati kebijakan perumahan di Singapura. Terlepas dari debat soal ketimpangan ekonomi di negara kota ini, dia menyebut bahwa penyediaan perumahan umum menyediakan "keuntungan sosial yang sangat signifikan".

Namun, menurutnya, perumahan telah menjadi alat politik — kontrak sosial antara warga negara Singapura dengan pemerintah yang berkewajiban untuk menyediakan rumah bagi mereka. "Ini menjadi penting karena pemerintah kini 'bertanggung jawab' — mereka tak bisa mengurangi keuntungan ini tanpa biaya [politik]."

Tan pun cemas dengan masa depan. Dia khawatir beberapa orang terlalu berfokus pada perumahan dan tak menabung untuk pensiun. Dia juga merasa orang-orang tua semakin terisolasi, meski blok HDB dirancang untuk mendukung interaksi sosial.

Di Pasir Ris, Ashari mengatakan dia memilih unitnya karena ada taman, area olah raga, lapangan basket, empat taman bermain dan aktivitas seperti Zumba dan badminton. Fitur desain ini dirancang untuk mendorong anak-anak muda untuk berkumpul, namun semangat kampung, menurut Tan, semakin terhapus di kalangan generasi lebih muda.

"Kami bukan orang-orang yang ramah," katanya. "Kami cenderung menyendiri, jadi pemerintah khawatir akan bagaimana caranya menjangkau anak muda dan melibatkan mereka dalam aktivitas."

Tan juga merasa generasi masa depan — yang mendapat pendidikan lebih baik dari orang tua mereka, punya pemasukan lebih besar dan anak yang lebih sedikit — akan menginginkan hal yang berbeda dari sektor perumahan.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement