JAKARTA – Kajian kegempaan di sekitar lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru dilakukan secara detail. Proses survei berjalan sangat detail sehingga hasil kajian turut merekam potensi gempa-gempa kecil yang tidak terdata oleh lembaga lain.
Pernyataan ini disampaikan ahli geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Didiek Djawadi saat menjadi saksi di persidangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, kemarin.
Sidang dipimpin hakim Jimmy Clause Pardede dengan hakim anggota Efriandi dan Selfi Ruth Yaroodh. Menjawab pertanyaan hakim tentang tahapan analisis kegempaan yang dilakukan, Didiek yang juga tenaga ahli PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) menyatakan, secara bertahap ada beberapa kali penelitian dilakukan.
Pada 2012 dilakukan penelitian menggunakan georadar untuk mengetahui kondisi jalur sepanjang 13 kilometer yang akan digunakan untuk terowongan. “Kemudian tahun 2014 dilakukan untuk mengetahui gerakan-gerakan atau gempa kecil yang tidak terekam oleh BMKG sehingga kita tahu pola kegempaan yang ada di situ, yang gempanya kecil,” kata Didiek dalam rilisnya, kemarin.
Baca Juga: Mengintip PLTA Cirata, Terbesar di ASEAN yang Sudah 30 Tahun
Dengan menjabarkan istilah teknis secara gamblang dan dipahami umum, Didiek memaparkan, dua penelitian itu pun belum dipandang cukup karena belum tahu besaran potensi gempa yang akan terjadi. Karena itu, pada 2016 ditindaklanjuti dengan penelitian Seismic Hazard Analysis dan desain parameter untuk guncangan gempa terhadap bendungan.