JAKARTA - Empat perusahaan start-up Indonesia berhasil menyandang status unicorn atau memiliki valuasi di atas USD1 miliar. Keempatnya perusahaan tersebut Go-Jek, Traveloka, Tokopedia dan Bukalapak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengingatkan bahwa banyak investor global yang ingin memiliki saham unicorn karena mengincar data ekonominya.
Berikut fakta-fakta terkait motif investor asing masuk ke unicorn RI, yang dirangkum Okezone, Sabtu (2/3/2019):
1. Investor Kuasai Unicorn Indonesia karena Incar Data
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tidak perlu heran jika melihat saat ini banyak perusahaan unicorn (perusahaan rintisan bervaluasi di atas USD1 miliar), yang diminati investor global, padahal perusahaan tersebut tergolong baru dan belum begitu menjanjikan.
Investor-investor tersebut, kata Menkeu, mengincar kekayaan data yang dimiliki perusahaan unicorn. Data yang merekam kegiatan ekonomi, terutama kegiatan konsumsi dan transaksi masyarakat, kata Sri, menjadi komoditas baru yang berharga dalam kegiatan ekonomi saat ini.
Baca Juga: Gandeng 3 Unicorn, Pemerintah Tingkatkan SDM Pesantren
"Begitu banyak unicorn kita yang masih baru, begitu banyak orang investasi di sana, mereka hanya membakar uang, karena mereka pengen tahu mining-nya (penambangan data) ketika itu menjadi sebuah aset. Kemudian, valuasi asetnya akan muncul dan aset itu yang diincar," ujarnya, yang berbicara dalam peluncuran data sampel BPJS Kesehatan, di Jakarta.
2. Investor Asing Bakar Uang di Go-Jek Cs
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan mengapa banyak sekali investor asing yang berminat pada perusahaan teknologi rintisan Indonesia skala besar dengan valuasi USD1 miliar atau unicorn.
Baca Juga: Sri Mulyani Minta Pengusaha Generasi Lama Belajar dari Unicorn
Begitu banyak unicorn kita yang masih baru, begitu banyak orang investasi di sana, mereka hanya membakar uang, karena mereka pengen tahu data kita," ujarnya saat ditemui di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta.
Menurutnya, jika diibaratkan, big data sama seperti sektor pertambangan. Dahulu, banyak sekali orang-orang kaya dan investor asing yang mengincar pertambangan Indonesia.
Bahkan muncul sebuah istilah mereka yang kaya adalah mereka yang menguasai tambang. Namun untuk saat ini istilah tersebut sudah berubah, sebab big data menjadi hal yang sangat penting untuk menguasai lapangan.
3. Keuntungan Kuasai Data dari Unicorn RI
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, saat ini sudah tidak diperlukan lagi sebuah kuesioner untuk mendapatkan data. Sebab seluruh data sudah tersedia dan tercapture lewat teknologi digital.
"Data itu sebelumnya kalau kita ingin tahu siapa yang menggunakan menggunakan survei. Sekarang tidak perlu lewat kuesioner tapi udah di capture pakai teknologi," ujarnya.
Dirinya mencontohkan, pemerintah bisa mengetahui berapa jumlah masyarakat yang biasa membeli martabak. Tak hanya itu, pemerintah juga bisa mengetahui siapa saja dan jenis martabak apa yang paling banyak disukai oleh masyarakat.
Pemerintah cukup meminta datanya kepada perusahaan aplikasi seperti Go-Jek ataupun Grab. Karena kedua perusahaan itu memiliki layanan pesan antar makanan yang mana di dalamnya sudah tercapture aktivitas penggunanya.
"Karena transaksi sekarang menggunakan digital itu transaksi sudah ter-capture. Saya tahu hari ini berapa orang yang beli martabak, martabak apa yang dia suka," kata wanita yang kerap disapa Ani.
4. Menurut Kominfo Investasi Asing di Unicorn Bukan Bakar Uang
Menkominfo Rudiantara mengatakan, bahwa pendanaan investasi oleh asing kepada empat unicorn ini berbeda, tidak menggunakan bisnis konvensional. Di mana bisnis konvensional itu siapa yang sahamnya besar maka investor tersebut akan memiliki.
"Sedangkan untuk bisnis startup ini berbeda, investor hanya menjadi pemodal dari perusahaan tersebut," ujarnya.
Dia menegaskan bahwa dana investasi asing kepada empat unicorn itu tidak untuk bakar uang.
"Bakar uang buat saya? Siapa? Konsumen? Konsumen indonesia. Kalau kami lihat, yang untung ya masyarakat indonesia. Aplikasinya kan menyelesaikan masalah," ungkapnya.
(Feby Novalius)