JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyebut ada beberapa komponen untuk memperbaiki tax gap atau mengukur kinerja penerimaan perpajakan suatu negara di 2019. Di mana tax gap tersebut untuk peningkatan tax ratio.
Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Yon Arsal mengatakan, ada empat komponen tingkatkan hal tersebut, seperti pertama struktur ekonomi, cakupan tingkat kepatuhan komposisi pajak, hingga kebijakan pendukungnya.
"Struktur ekonomi sangat menentukan besar kecilnya tax ratio bagi seluruh negara. Kalau kita lihat, struktur perekonomian. Misalnya di pertanian, struktur kita di middle income country, kontribusi ke PDB-nya kita 13,5%, negara-negara lain 1,1%, di negara maju middle income 8,4%. Semakin tinggi sektor pertanian semakin rendah tax ratio, itu karena income-nya di bahwa subject to tax. Maka semakin kontribusi pertanian besar semakin sulit dipajaki," ujarnya di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Baca Juga: Tak Bisa Instan, Begini Cara Dongkrak Tax Ratio RI
Dia menjelaskan, komponen kedua mengenai komposisi unit usaha di perpajakan. Kalau data BPS menunjukkan UKM di Indonesia hampir 100-an unit. Ini mostly informal sector maka semakin sulit untuk pajaki sehingga tax ratio-nya semakin rendah.
"Kalau di Singapura kontribusinya serapan tenaga kerja saja 68%, Malaysia 57,5%, kita serapan sampai 90-an%. Kalau di luar negeri juga service sektor UKM-nya kalau kita di primary sector yang 48,8%, Malaysia services 93,1%," katanya.
Dia menuturkan, tax gap muncul karena compliance gap policy dan actual revenue. Kalau di policy gap, pihaknya pilih PTKP maka itu pilihannya 1,3x lipat, negara lain 0,3 maka semakin tinggi yang tidak dipajaki.