Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Polemik Kelapa Sawit hingga Ancaman Perang Dagang RI-Uni Eropa

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Sabtu, 23 Maret 2019 |19:37 WIB
Polemik Kelapa Sawit hingga Ancaman Perang Dagang RI-Uni Eropa
Ilustrasi Kelapa Sawit (Foto: Okezone)
A
A
A

Menurut Sutainable Comodities and Business Manager, WRI Andika Putraditama, sebagian kecil petani dan pengusaha sawit Indonesia memang sudah mulai berbenah dalam penanaman sawit.

Mereka mencoba mengelola sawit dengan mengikuti standar yang dikehendaki pasar Eropa dan Amerika Serikat. Namun, prosesnya lambat dan cukup sulit, katanya.

Andika menambahkan pemerintah juga sudah mulai turut berbenah dengan menerapkan kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO). Sayangnya pemerintah belum cukup terbuka untuk melakukan audit industri ini, ujarnya.

"Sangat simpel permintaannya, buka data sawit agar ada auditor Independen yang bisa memverifikasi apakah betul industri sawit tidak berkontribusi terhadao degradasi lingkungan, respon pemerintah Indonesia hamper selalu menolak permintaan seperti ini," jelas Andika. Sikap ini menurut Andika sulit menumbuhkan kepercayaan pasar global.

Melihat Lebih Dekat Buruh Kerja Memanen Kelapa Sawit di Desa Sukasirna Sukabumi

3. Apa dampak yang dirasakan Indonesia jika UE menyetop sawit?

Berdasarkan data GAPKI, pada 2018 ekspor sawit Indonesia ke Uni Eropa 4,7juta ton, 60% di antara digunakan untuk biofuel. Jumlah itu mencapai 14% dari total ekpor sawit Indonesia.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menyebut di pasar bursa berjangka sikap Uni Eropa telah turut menyeret turun harga sawit.

"Ada kecenderungan harga sawit turun, walaupun implementasi mulai 2024, sudah banyak pelaku usaha turunan dari sawit untuk mengurangi produksi," katanya.

Menurut Bhima importir sawit di UE yang mulai mencari pengganti sawait dengan sun flower oil dan rapeseed oil.

"Artinya sebelum 2024 mereka akan mengurangi permintaan sawit," katanya.

GAPKI sendiri, menurut Bambang Aria Wisena, lebih menyoroti tudingan diskriminasi Uni Eropa.

Senada dengan GAPKI, pemerintah Indonesia seperti disampaikan Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Oke Nurwan khawatir akan merembet pada sawit lain di luar biofuel.

"Ini karena terjadi negative impression terhadap produk sawit," katanya.

Melihat Lebih Dekat Buruh Kerja Memanen Kelapa Sawit di Desa Sukasirna Sukabumi

Sementara Andika Putraditama mengatakan apabila Uni Eropa menutup total akan berdampak pada petani dan perusahaan sawit yang telah berupaya membenahi pengelolaan sawitnya dengan menerapkan ISPO.

Penutupan akan menyebabkan mereka kehilangan insentif setelah berupaya bertransformasi mengelola secara benar.

"Struktur insentif menjadi komponen penting untuk industri sawit bertransformasi di negara seperti Indonesia. Ketika pasar tertutup total, dampaknya agak tidak baik bagi perusahaan yang sudah berbenah diri baik secara sosial maupun lingkungan," katanya.

4. Sejauhmana keseriusan Indonesia memprotes UE?

Indonesia tengah membuat draft untuk membawa sikap Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia WTO. Direktur Jendral Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan menegaskan langkah ini lanjutan perlawanan Indonesia setelah langkah diplomasi, tampaknya tidak membuahkan hasil.

"Untuk mempersiapkan berperkara sedang memperlajari lebih dalam, mana pasal-pasal yang kita perkarakan," kata Oke.

Hal serupa juga tengah dilakukan GAPKI. Bambang Aria menyebut pihaknya sepenuhnya mendukung langkah pemerintah ke WTO dan siap berkolaborasi.

"Kita akan menyiapkan penelitian yang bisa dibawa ke Eropa, bahwa sawit tidak seburuk yang mereka sebut," katanya.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement