Sementara itu, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, pada prinsipnya pemerintah berkeinginan proyek Blok Masela bisa segera berjalan. Bahkan, Menteri ESDM Ignasius Jonan berkeinginan segera mempercepat proyek tersebut.
Terkait insentif, kata dia, bisa dilakukan sambil jalan. Hal itu telah disampaikan Jonan saat bertemu Inpex di Jepang belum lama ini. Sebagai informasi, Inpex mulai mengelola Lapangan Gas Abadi Masela sejak tahun 1998 saat ditandatangani kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract /PSC) dengan jangka waktu 30 tahun.
PoD pertama Blok Masela ditandatangani pemerintah pada tahun 2010. Kala itu, Inpex memiliki hak partisipasi sebesar 65%, sedangkan sisanya dikuasai mitranya, Shell Upstream Over seas Services Ltd. Tahun 2014, Inpex bersama Shell merevisi PoD setelah ditemukannya cadangan baru gas di Lapangan Abadi, Masela, dari 6,97 triliun kaki kubik (TCF) ke level 10,73 TCF.
Dalam revisi tersebut, ke dua investor sepakat akan meningkatkan kapasitas fasilitas LNG dari 2,5 MTPA menjadi 7,5 MTPA dengan skema di laut (offshore). Namun, di awal tahun 2016, Presiden Joko Widodo meminta pembangunan kilang LNG Masela dilakukan dalam skema darat.
Konsekuensinya, Inpex harus mengulang kembali proses kajian pengembangan LNG dengan skema baru. Rencananya kapasitas produksi kilang nanti mencapai 150 juta kaki kubik per hari gas pipa dan 9,5 juta ton per tahun (MTPA) gas alam cair (LNG). (Nanang Wijayanto)
(Dani Jumadil Akhir)