Perintah otomatis agar hidung pesawat turun itu oleh Boeing disebut software MCAS. Laporan awal kecelakaan Lion Air juga menunjukkan para pilot kehilangan kontrol setelah kesulitan menangani MCAS, fitur antistall otomatis terbaru yang berulang kali membuat hidung pesawat turun berdasarkan data salah dari satu sensor. Badan Penerbangan Federal Amerika Serikat (FAA) yang dikritik terkait keputusannya memberi sertifikasi software MCAS memperingatkan bahwa investigasi belum disimpulkan.
“Kami terus bekerja untuk sepenuhnya memahami seluruh aspek kecelakaan ini. Saat kita mempelajari lebih banyak tentang kecelakaan dan temuan, kami akan mengambil tindakan yang diperlukan,” ungkap pernyataan FAA. Boeing menyatakan pihaknya akan mempelajari laporan itu saat dirilis secara resmi.
Ethiopian Airlines menegaskan krunya mengikuti semua panduan dengan tepat untuk menangani kondisi darurat. Meski demikian, laporan itu dapat memicu debat dengan Boeing tentang bagaimana kru merespons masalah yang dipicu data yang salah dari sensor aliran udara, terutama terkait apakah mereka tetap menjalankan prosedur sebelum mematikan software .
Berbagai pertanyaan tentang apakah pilot telah menerbangkan pesawat dengan rata sebelum mematikan MCAS dan berapa banyak MCAS diaktifkan, belum terjawab dalam konferensi pers yang hanya berlangsung sekitar 40 menit itu. Setelah kecelakaan Ethiopian Airlines di Beirut pada 2010, otoritas Addis Ababa menolak kesimpulan investigasi Lebanon yang menyatakan kesalahan pilot dan menyatakan pesawat meledak dengan kemungkinan aksi sabotase.
Penolakan para pejabat atas hasil laporan itu memicu ketegangan antara pejabat Ethiopia dan investigator AS serta penyelidik asing lain.
“Kami tidak memiliki pesanan lain dari para pemegang saham berbeda yang terlibat dalam investigasi,” ungkap kepala investigator Amdye Ayalew Fanta. Pengamat keamanan penerbangan Paul Hayes menjelaskan, investigasi lebih dalam akan mengungkap peran software dan bagaimana pilot dapat merespons. Dia berharap sisasisa dari konflik 2010 telah hilang dalam investigasi sekarang.
(Feby Novalius)