HOUSTON - Minyak berjangka Brent sedikit lebih tinggi pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), rebound dari penurunan setelah Presiden Donald Trump menghidupkan kembali harapan investor bahwa Amerika Serikat (AS) bahwa mungkin tidak menaikkan tarif pada impor dari China, sebuah langkah yang dapat menekan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.
Perselisihan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia dan penurunan tajam di pasar ekuitas global telah memukul harga minyak, melebihi ketegangan geopolitik dan pengurangan pasokan yang telah menurunkan pasokan global dari Amerika Latin, Afrika, dan Timur Tengah.
Minyak mentah Brent untuk pengiriman Juli menetap dua sen lebih tinggi di USD70,39 per barel di London ICE Futures Exchange, berbalik naik dari terendah sesi USD69,40 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Juni turun 42 sen menjadi ditutup di USD61,70 per barel di New York Mercantile Exchange. Demikian seperti dilansir Antaranews, Jakarta, Jumat (10/5/2019).
 Baca Juga: Perang Dagang AS-China Kembali Memanas, Dolar Keok
Harga-harga memantul dari terendah sesi setelah Trump mengatakan dia menerima surat dari Presiden China Xi Jinping. Trump mengutip surat itu dengan mengatakan, "Mari bekerja sama, mari kita lihat apakah kita bisa menyelesaikan sesuatu."
Surat itu mengangkat harapan para investor bahwa Washington dan Beijing dapat mencapai kesepakatan perdagangan, kata Direktur Berjangka Energi Mizuho, Bob Yawger di New York.
Perselisihan perdagangan telah menyeret pertumbuhan ekonomi di Asia dan gangguan dalam negosiasi China dan AS dapat membuat perkiraan permintaan minyak mentah global dipertanyakan, kata John Kilduff, seorang mitra di Again Capital Management LLC.
 Baca Juga: Wall Street Lesu Imbas Tingginya Perseteruan AS-China
Badan Informasi Energi AS (EIA) memperkirakan permintaan minyak global naik 1,4 juta barel per hari (bph) tahun ini.
"Itu sebabnya OPEC agak pelit dengan barel," kata Kilduff, merujuk pada pengurangan produksi oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia. "Mereka tidak ingin masuk ke dalam situasi itu, jika pembicaraan perdagangan keluar jalur."
Produsen utama OPEC, Arab Saudi, enggan menambah minyak pada pasokan global karena khawatir harga akan jatuh, sekalipun ketika organisasi itu tidak yakin dengan pasokan global untuk paruh kedua tahun ini, kata sumber OPEC.