JAKARTA - Dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, pada 26 April 2019, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Menurut PP ini, Penilaian Kinerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan pada sistem prestasi dan sistem karier. Penilaian dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS.
“Penilaian Kinerja PNS dilakukan berdasarkan prinsip a. objektif; b. terukur; c. akuntabel; d. partisipatif; dan e. transparan,” bunyi Pasal 4 PP ini seperti dilansir laman setkab, Jakarta, Senin (20/5/2019).
Baca Juga: Harap Waspada Seleksi CPNS di Lembaga Pemerintah Palsu
Penilaian Kinerja PNS sebagaimana dimaksud , menurut PP ini, dilaksanakan dalam suatu Sistem Manajemen Kinerja PNS yang terdiri atas: a. perencanaan kinerja; b. pelaksanaan, Pemantauan Kinerja, dan pembinaan kinerja; c. penilaian kinerja; d. tindak lanjut; dan e. Sistem Informasi Kinerja PNS.
Perencanaan Kinerja itu sendiri terdiri atas penyusunan dan penetapan SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dengan memperhatikan Perilaku Kerja.
Proses penyusunan SKP sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilakukan dengan memperhatikan: a. perencanaan strategis Instansi Pemerintah; b. perjanjian kinerja; c. organisasi dan tata kerja; d. uraian jabatan; dan/atau e. SKP atasan langsung.
“SKP sebagaimana dimaksud memuat kinerja utama yang harus dicapai seorang PNS setiap tahun. Selain kinerja utama sebagaimana dimaksud, SKP dapat memuat kinerja tambahan,” bunyi Pasal 9 ayat (1,2) PP ini.
Baca Juga: Pemerintah Diminta Tegas Pecat PNS Koruptor
SKP bagi pejabat pimpinan tinggi, menurut PP ini, disusun berdasarkan perjanjian kinerja Unit Kerja yang dipimpinnya dengan memperhatikan: a. rencana strategis; dan b. rencana kerja tahunan.
SKP bagi pejabat pimpinan tinggi utama, menurut PP ini, disetujui oleh menteri yang mengoordinasikan. SKP bagi pejabat pimpinan tinggi madya disetujui oleh pimpinan Instansi Pemerintah. Sedangkan SKP bagi pejabat pimpinan tinggi pratama disetujui oleh pejabat pimpinan tinggi madya.
Disebutkan dalam PP ini, SKP bagi pejabat pimpinan tinggi yang memimpin unit kerja paling sedikit mencantumkan indikator kinerja yang terkait dengan tugas dan fungsi serta kinerja penggunaan anggaran.
“SKP bagi pejabat pimpinan Unit Kerja mandiri sebagaimana dimaksud disetujui oleh menteri atau pejabat pimpinan tinggi yang mengoordinasikannya,” bunyi Pasal 16 ayat (1) PP ini.