JAKARTA - Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Grup PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk, (TPSF Grup) tengah mencapai titik akhir. Pasca diterimanya proposal perdamaian PT Tiga Pilar Sejahtera dan PT Poly Meditra Indonesia oleh para kreditor di Pengadilan Niaga Semarang pada Senin, 20 Mei 2019 yang lalu dan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. pada Kamis, 23 Mei 2019, kini tinggal PKPU PT Balaraja Bisco Paloma dan PT Putra Taro Paloma yang masih menjadi ganjalan.
Corporate Secretary TPS Food, Michael H.Hadylaya menuturkan, saat ini TPSF Group masih sedang fokus dalam menghadapi proses PKPU yang masih tersisa, yaitu anak usaha perseroan PT Putra Taro Paloma (PTP) dan PT Balaraja Bisco Paloma (BBP), apalagi pekan depan akan dilakukan pemungutan suara terhadap proposal perdamaian.
“Untuk Taro pekan depan akan dilaksanakan voting. Kami berharap proposal perdamaian ini bisa diterima oleh kreditor separatis maupun kreditor konkruen. Namun, setahu saya untuk kreditor konkruen mayoritas sudah ada kesepahaman.” tutur Michael kepada Okezone Sabtu (25/5/2019).
PT Putra Taro Paloma memang lebih dikenal sebagai produsen makanan ringan Taro. Sejak diakuisisi TPSF Grup pada 2011 yang lalu, Taro menjadi salah satu produk yang melambungkan nama TPSF Grup. Nilai akuisisi Taro sendiri tidak kecil. Saat itu, akuisisi makanan ringan yang dikenal public sejak tahun 80-an ini berada di kisaran Rp200 miliar.
PKPU Taro sendiri dimulai sejak tahun 2018 silam, dimana UOB mengajukan permohonan PKPU ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam menyusun rencana perdamaian untuk PKPU ini, group TPSF juga melibatkan Deloitte dan pengacara papan atas Andy F. Simangunsong dari AFS Partnership.
Kuasa Hukum TPSF Group, Andi F. Simangunsong menyatakan, untuk Taro posisinya agak unik karena kreditor separatisnya hanya UOB. “Jadi, untuk kelompok kreditor separatis, suara UOB tunggal menentukan,” kata dia.