JAKARTA - Indeks harga saham gabungan (IHSG) diprediksi mengalami penguatan pada pekan ini. Tanda kenaikan diperkirakan melanjutkan penutupan akhir pekan lalu yang berada di zona hijau.
Jumat lalu IHSG menguat 24,66 poin atau 0,41% ke 6.057. Dalam sepekan IHSG menguat 3,95%. Total volume transaksi Jumat lalu mencapai 15,83 miliar saham dengan nilai transaksi Rp7,50 triliun. Sebanyak 212 saham menguat dengan 183 saham yang harganya turun dan 136 saham flat. Equity Analyst dari Samuel Sekuritas Indonesia Dessy Lapagu mengatakan, isu perang dagang China dan Amerika Serikat (AS) masih membayangi pasar global setelah sikap China yang juga tidak gentar terhadap ancaman Presiden AS Donald Trump.
Baca Juga: IHSG Sepekan Melesat 3,95% ke 6.057
Sementara dari sisi domestik belum ada rilis data ekonomi yang signifikan pada minggu ini yang mampu menggerakkan pasar. “Meski demikian, kami melihat kenaikan yang terjadi pada penutupan pekan lalu dapat menjadi sinyal penguatan IHSG pada pekan ini. IHSG selama minggu ini kami perkirakan akan bergerak menguat pada rentang 5.968- 6.281,” ujar Dessy di Jakarta kemarin. Dia menambahkan, pada sepekan lalu IHSG naik +2,5%. Kekhawatiran investor lokal terhadap kondisi Jakarta yang kurang kondusif lantaran ada unjuk rasa pascapengumuman hasil pemilihan umum (pemilu) mulai mereda sehingga ekspektasi IHSG akan kembali ke kondisi fundamentalnya.
Sementara itu, Associate Director Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, IHSG pekan ini akan mengalami penguatan yang telah terkonfirmasi. Meskipun pemilu masih menyisakan masalah dengan ada aksi menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), hal terpenting unjuk rasa sudah berakhir. Dengan demikian, stabilitas politik dan ekonomi bisa terjaga. Fokus berikutnya pekan ini yang merupakan pekan terakhir sebelum semua bersiap untuk liburan Lebaran. “Sebab itu, Senin dan Selasa mungkin akan menggeliat, dan akan turun pada hari Rabu. Indeks diperkirakan di kisaran 6.015 - 6.100. Tetap waspada dengan kenaikan momentum sesaat,” ujar Maximilianus kemarin.
Secara khusus perekonomian China yang belum menguat masih menjadi ganjalan. Masalah sengketa dagang AS versus China turut mengerek ke bawah pertumbuhan ekonomi dua negara. Pada saat yang sama, volume dan harga komoditas di pasar global juga belum kembali pulih. Pada akhirnya perlambatan pertumbuhan ekonomi di AS, Uni Eropa, dan China serta anjloknya volume dan harga komoditas berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dunia yang juga melambat. Ke depan peran pemerintah yang lebih besar untuk menggerakkan roda perekonomian melalui jalur fiskal diharapkan mampu menopang kebijakan moneter yang sudah menunjukkan geliat di sepanjang lima bulan pertama 2019 ini.