JAKARTA - Industri automotif Indonesia bersiap mengembangkan electric vehicle atau kendaraan listrik. Namun, aturan mobil listrik hingga kini belum juga jelas.
Pemerhati kebijakan publik Agus Pambagio, yang juga salah satu tim penyusun di awal aturan mobil listrik, menyebutkan, tinggal dua kementerian yang belum menandatangani, Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Keuangan, yang biasanya terakhir untuk menyetujui.
Menurut Agus, kendala utama yang dihadapi perihal aturan ini ialah masing-masing sektor memiliki kepentingan untuk dicocokkan dengan kementerian lain.
“Menterinya pasti memanggil eselon satu dan dua, kemudian membahas secara internal. Seperti dari Kementerian ESDM masih ada catatan mengenai PKBM 2030,” ujarnya.
Baca Juga: Demam Mobil Listrik Buatan Indonesia, tapi PLN Belum Diajak Ngobrol soal SPLU
Agus tidak bisa mengatakan insentif mana yang disetujui dari banyak insentif yang ditawarkan. Alasannya, setiap kebijakan memang tidak bisa diprediksi. Selain itu, tidak bisa juga ditentukan kapan kebijakan ini harus dikeluarkan.
“Saya hanya mendorong untuk mereka (kementerian) bekerja lebih cepat, tetapi sambil juga diberi masukan,” sebutnya.
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi mengatakan, industri masih menunggu kejelasan regulasi dari pemerintah. “Kami (Gaikindo) ibaratnya sebagai anak, orang tua kami Kementerian Perindustrian.
Kami diskusikan selalu tantangan yang kami hadapi di lapangan terkait industri automotif ke depan. Kami mengerti sekali kesulitan pemerintah karena mereka butuh koor dinasi antardepartemen, antar kementerian. Itu tidak mudah,” ucapnya.
Nangoi berharap kebijakan yang tengah digodok ini membuat Indonesia dapat memproduksi sendiri mobil listrik. Dia mengatakan, harapan masyarakat agar bisa memiliki kendaraan yang lebih canggih, ramah lingkungan, dan menghemat bahan bakar fosil salah satu pilihannya adalah mobil listrik.
“Memang harus mengikuti perkembangan, tapi jangan sampai kita hanya impor. Kebijakan yang sekarang ini sedang kita tunggu bersama diharapkan dapat menopang hal tersebut,” ujarnya.
Para pengusaha menunggu keputusan pemerintah agar masyarakat tertarik menggunakan mobil listrik. Berikutnya mengatur agar produk tersebut kompetitif sehingga disukai konsumen di Indonesia.
“Jika dikenai pajak tinggi akan jadi tidak laku. Pajak untuk memproduksi mobil listrik di Indonesia tinggi tentu akan membuat investor sulit datang,” sambungnya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang (Kadin) Bidang Perindustrian Johnny Darmawan berpendapat, tidak mudah untuk bisa mengembangkan industri mobil listrik secara instan.
“Jangan karena sudah punya bahan untuk membuat baterainya lalu langsung bisa dibilang kita bisa membuat kendaraan listrik, butuh proses. Seperti China dalam setahun ini hanya memproduksi 500.000 unit,” ungkapnya.
Baca Juga: Toyota Siapkan Rp28,3 Triliun untuk Investasi Mobil Listrik di Indonesia
Johnny berharap pemerintah dalam mengembangkan industri mobil bukan hanya melihat keuntungan negara, namun melihat sisi ekonomi masyarakat. "Kendaraan listrik itu tidak mudah. Masyarakat harus paham mengenai perawatan sehingga jika terjadi kerusakan jangan sampai justru menambah beban ma sya rakat,” tuturnya.
Menteri Perindustrian Airlangga Haryanto menilai, salah satu kunci pengembangan mobil listrik berada di teknologi energy saving, yaitu penggunaan baterai. Indonesia punya sumber bahan baku untuk pembuatan komponen baterai, seperti nikel murni. Artinya, nikel murni tersebut bisa diproduksi dan diolah di dalam negeri.
“Bahkan, sudah ada industri pengolahan nikel murni yang berinvestasi di Morowali dan Halmahera. Selain itu, ada satu bahan baku lain, yakni kobalt, yang juga dapat mendukung pembuatan baterai. Potensi kobalt ini ada di Bangka,” ujarnya.
(ananda nararya)
(Rani Hardjanti)