JAKARTA - Jajaran Direksi PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) menilai ada kejanggalan dalam agenda Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 26 Juni 2019. Hal itu menyusul adanya agenda tambahan untuk pergantian posisi Direktur Utama.
Direktur Utama KIJA Budianto Liman menilai, adanya acting in concert atau skenario oleh para pemegang saham untuk melakukan pergantian pucuk kepemimpinan perseroan. Hal ini membuat jajaran direksi menjadi korban dari skenario tersebut.
Seperti diketahui pada saat RUPST berlangsung, pemegang saham mayoritas yakni PT Imakotama Investindo sebesar 6,387% dan Islamic Development Bank sebesar 10,841% dari seluruh saham, mengusulkan Sugiharto sebagai Direktur Utama dan Aries Liman sebagai Komisaris.
Baca Juga: BEI Minta Klarifikasi Jababeka soal Potensi Gagal Bayar Utang
Usulan yang disampaikan dalam surat tertanggal 25 Juni 2019, ternyata disetujui dengan jumlah suara 52,117% oleh pemegang saham. Hal ini pun dinilai janggal, sebab jumlah kehadiran pemegang saham saat RUPST 2019 mencapai 90,432% meningkat secara signifikan dibandingkan dengan jumlah kehadiran tahun-tahun sebelumnya yaang sebanyak 44,945% di tahun 2018 dan 53,372% di tahun 2017.
Di sisi lain, menurut Budianto, pemberian usulan tersebut juga tidak lazim karena seharusnva nama yang diusulkan telah melalui tahapan uji kelayakan (fit and proper test) lebih dahulu dari Komite Nominasi dan Remunerasi (KNR), yang dalam hal ini fungsinya dijalankan oleh Dewan Komisaris.
"Ini di luar dugaan, karena sebelumnya tidak masuk dalam agenda awal. Tapi memang usulan tambahan agenda bisa dilakukan oleh mereka dengan minimum memiliki saham 10%. Jadi ini kejadian tak terduga, menurut kami sih situasi yang tidak lazim, karena seharusnya melalui fit and proper test, apakah calon ini punya kapabilitas tentang properti dan sebagainya," jelasnya dalam konferensi pers di Gedung WTC I, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Baca Juga: Berpotensi Default, BEI Suspensi Saham Jababeka
Hal ini yang membuat jajaran Direksi KIJA merasa menjadi korban dari acting in concert oleh para pemegang saham. Sebab, kondisi pergantian manajemen bukan didorong oleh persoalan kinerja perusahaan.
"Ini Jababeka kan jadi victim (korban) dari acting in concert, bukan sesuatu yang karena kinerja perusahaan," kata dia.