Josua menjelaskan dengan perkiraan masih landainya investasi dan permintaan di semester II 2019, maka impor non-migas tidak akan begitu "membebani" neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Dengan begitu, defisit transaksi berjalan diperkirakan menyusut di akhir 2019 menjadi 2,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dibanding 2018 yang sebesar 2,98 persen PDB.
Sedangkan untuk ekspor yang hingga Juni 2019 masih tertekan, ujar Josua, karena lemahnya permintaan dari mitra dagang utama seperti untuk komoditas batu bara, dan produk kelapa sawit. Turunnya permintaan itu menggambarkan masih lemahnya aktivitas manufaktur dari negara tujuan ekspor Indonesia.
"Selain penurunan volume eskpor, penurunan harga komoditas ekspor seperti kelapa sawit sepanjang bulan Juni lalu juga turut menekan kinerja ekspor non-migas," kata Josua.
(rzy)