Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kisah Nakhoda Wanita Pertama RI, Kartini Rela Tinggalkan Anak hingga Hadapi Amukan Badai

Feby Novalius , Jurnalis-Jum'at, 20 September 2019 |10:30 WIB
Kisah Nakhoda Wanita Pertama RI, Kartini Rela Tinggalkan Anak hingga Hadapi Amukan Badai
Kisah Nakhoda Wanita Pertama di RI (Foto: Okezone.com/Feby Novalius)
A
A
A

Atas dukungan keluarga, Kartini tidak hanya menyelesaikan MPB 2, dia bahkan terus melaju hingga menjadi seorang Kapten Kapal pada 1977.

"Saya di Pelni terus, setelah 6 tahun pendidikan, 77 jadi kapten. Tahun 1980 memutuskan kembali ke darat, tetapi tetap jadi ban serep, kalau ada kapten yang tidak bisa layar, saya cadangan," ujarnya.

Kemudian, lanjutnya, terakhir memutuskan untuk berhenti berlayar pada 1991. Namun demikian, aktivitas di kapal tetap dilakukan dengan tugas yang beda yakni sebagai investigasi, audit di kapal.

Untuk pengalaman, Kartini mengaku semua momen di laut sangat menarik. Di antaranya ketika membawa kapal dari Jerman ke Indonesia, kemudian selama perjalana Indonesia-Hong Kong melalui Laut China Selatan menghadapi badai taifun.

"Awal awal kita layar dulu memang adaptasinya harus, karena namanya ombak kalau kita manja ya akan mabuk. Tapi lama lama kan tidak mabuk lagi. Teman teman saya juga baik baik, jadi selama layar lancar.

Kartini yang saat ini menjadi pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), berharap lebih banyak wanita di Indonesia yang jadi perwira. Sebab, saat ini lebih mudah ketimbang dulu ketika dirinya melamar kerja ke perusahaan pelayaran.

"Dulu itu wanita kerja di pelayaran susah. Pertamina ketika itu tidak terima. Nah keluarlah SK dari Ditjen Perhubungan Laut bahwa tidak ada lagi perbedaan gender lagi. Saya berharap banyak wanita di dunia maritim karena sekarang kan perusahaan pelayaran mau menerima," tuturnya.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement